Jun 26, 2008

Dua Mata Acara

Dahulu, ada dua acara televisi yang tak pernah kami ikuti dengan sepenuh hati, laporan cuaca dan pidato politik di parlemen. Keduanya punya kesamaan: membosankan dan meragukan. Kini, dua mata acara itu tak jarang kami pelototi, sebab kerap berpengaruh langsung buat kehidupan buruh-buruh di australia dan seluruh penerima santunan negara, termasuk mahasiswa mancanegara.

Informasi tentang cuaca akan membantu para pengantar koran harus pakai kostum apa di pagi buta. Berapa lapis baju yang harus dipakai? Lebih baik berselubung raincoat atau jaket windproof? Perlu bawa sarung tangan atau tidak? Dan yang tak kalah penting, sudah siap mental sebelum berangkat, jadi tak lagi misuh-misuh jika di tengah kenikmatan melempar koran, sekonyong-konyong diguyur hujan dan diterpa angin kutub selatan.

Pengetahuan soal cuaca juga berkait erat dengan rincian jadwal harian dan mingguan. Sejak hujan bisa diperkirakan jamnya, urutan aktivitas juga mesti disesuaikan. Mesti belanja dahulu atau mencuci pakaian. Main di taman usai sekolah atau jalan-jalan ke pertokoan di akhir minggu.

Pengetahuan tentang kebijakan kabinet juga tak kalah penting. Sebab, selain berkait erat dengan hal ikhwal kehidupan material sehari-hari, juga berjalin kuat dengan emosi dan opini yang hembusannya sampai ke pelosok pasar murah dan pojok selasar rumah. Sejak Partai Buruh berkuasa, di bawah komando Kevin Rudd yang simpatik, ada pergeseran bandul kebijakan yang signifikan, dari yang sebelumnya pro pemilik modal besar jadi lebih memihak keluarga-keluarga buruh, imigrant, lingkungan dan penduduk asli.

Gebrakan pertama Kabinet Rudd, tanda-tangan protokol Kyoto. Tindakan itu membuat bangsa Australia boleh mengaku lagi sebagai bangsa yang beradab, karena peduli dengan bumi dan sesama. Meninggalkan dua sobat lamanya, yang masih tambeng, Amerika Serikat dan Botswana. Gebrakan kedua, pada medio Februari, Pemerintah Federal Australia meminta maaf secara resmi pada bangsa aborigin, karena pernah secara sistematis menculik anak-anak mereka guna melucuti sejarah dan kebudayaan asali dari ingatan mereka. Semata-mata agar cara hidupnya "sama" dengan cara hidup bangsa Eropa yang berkuasa. Dalam pidato permintaan maaf di parlemen yang ditonton dengan seksama dari seluruh penjuru negeri, bukan hanya bangsa aborigin yang menitikan air mata, tapi juga semua yang masih percaya bahwa tiap-tiap jiwa-raga yang hidup harus diperjuangkan nasibnya bersama-sama.

Gebrakan ekonomi Kabinet Rudd terjadi bulan April lalu. Anggaran pemerintah yang selama Kabinet Howard dipakai buat insentif kapital dan biaya perang, kini diperuntukkan bagi peningkatan subsidi child care (sehingga perempuan dan keluarga pekerja, tak habis gajinya untuk penitipan anak), baby bonus (insentif untuk keluarga menengah dan bawah bila punya balita), perlindungan buruh dari potensi kesewenang-wenangan perusahaan (jaminan kontrak, upah, dan tunjangan). Tak ayal buruh dan kelas menengah bergembira. Termasuk mahasiswa mancanagera, khususnya yang sembari belajar juga jadi buruh buka-tutup toko di pasar, pengantar koran, tukang cuci piring, pelayan restoran, cleaner kantor-kantor dan pengantar junk mail.

Semua informasi dan kebijakan itu diumumkan dan diperdebatkan di koran-koran dan di televisi. Tak ada beda format dan gaya dengan belahan negeri lain. Yang berbeda hanya respon kami terhadapnya. Meskipun tetap membosankan, informasinya cukup meyakinkan. Dan punya dampak nyata pada kehidupan.

No comments: