May 21, 2008

Antar Koran Pagi-pagi (1)

Triiirit…tririiit… tririit… waker berbunyi nyaring, berarti sudah pukul 4 pagi. Waktunya bersiap menjalankan kerja rutin. Agak berat rasanya beranjak dari bawah selimut di waktu autumn yang dingin begini. Untungnya ini hari Selasa, yang perlu diantar tidak sebanyak weekend dan senin.[1] Setelah ganti baju yang agak buluk, plus balutan sweater “saver” seharga $7, pakai celana training yang sudah sowek, dan tidak lupa celana longjohn di dalamnya, kini waktunya berangkat. Weit, jangan lupa, bikin teh tarik instant cap maxtea dulu, sebagai penghangat perut sembari memanaskan mesin wagon Camry ‘90, sang tunggangan terpilih.

Sydney Road masih sepi, seperti biasanya. Saingan camry cuma taxi-taxi dan truk-truk pembersih jalan. Sebelum sampai ujung, belok kiri masuk Weston Street. Markas besar letaknya hanya 200 meter dari pengkolan itu. Wah, udah banyak yang duluan dateng rupanya. Mobil Omar bahkan udah di dalam, siap loading. Mobil wagon camry (lebih muda umurnya, lahir 94) punya Zul, si anak Malaysia, juga udah nongkrong di depan. Kayaknya terpaksa parkir di ujung nih.

Masuk ke gudang langsung disambut suara George, “Rivallll…Bezzar”. George, wangsa Greek, aktif sekali belajar bahasa Indonesia, terutama yang jorok-jorok. Kali ini dia sedang berusaha dengan fasih melafalkan kata “besar” dan “hitam”, gak jorok sih, karena pasangan kata yang joroknya udah dia hafal di luar kepala. Dua kata itu dipelajari dalam rangka menggoda Mas Hendro (wangsa Jawa yang memang besar dan lumayan gelap). Sambil melengos, senyum dikit, gua jawab aja, “good George… good”. Tau deh, orang masih ngantuk jadi jawaban gak nyambung juga bisa dipahami. Vidi Arkas, kapten tim sebelah cuma geleng-geleng kepala aja, sambil bilang, “bule gendeng, di kepalanya cuma ada selangkangan doang.”

Tim Lygon Newsagent udah hampir lengkap. Di belahan pojok gudang sudah ada Andrew, kapten tim, yang lagi sibuk bundle Koran and majalah untuk dianter sama Erik ke toko-toko and apartemen. Omar, yang makin rajin dateng pagi-pagi, juga udah menuhin mobil ford putihnya sama gulungan koran (rolled). Renaldi, anak Aceh, juga udah ngitung-ngitung rolled. Ada juga Vince, kakek tua yang masih semangat wrapping dan antar Koran, padahal dua anaknya (yang adalah bosses di Newsagent itu, Nick dan Fabian) sudah melarangnya kerja karena punggung dan bahunya sudah cidera. Tinggal Tante Irine dan anaknya Pete yang belum nyampe. Tiba-tiba ada yang nyolek dari belakang, “pagi amat nih pak cik”. Rupanya si Zul, pengantar setia jalur maut Parkville. Meski melayunya kental, tapi dia faseh dialek Jakarta dengan baik, karena dulu sering bulak-balik KL-Jakarta untuk antar turis malaysia.

Ok, saatnya loading. Ambil list round Leicester. Di daftar tertera total Age (32), Sun (12), Fin (12) dan Aus (6). Age untuk The Age, harian ternama di Victoria. Sun untuk Herald Sun, tabloid nasional garis kuning. Fin untuk Financial Review, harian bisnis. Aus untuk The Australian Review, koran garis kanan. Plus ada satu lembar Sin Tao untuk pelanggan baru. Jumlah yang di rolled sama dengan hari biasa lainnya, 15-5-3-3.

Sambil nunggu Lee, si anak Nepal, mbungkus (wrap) koran-koran langganan tetap untuk jalur Leicester, gua angkutlah yang flat dan rolled masuk camrylebih dulu. [2] Age di kolong dashboard kiri depan, Sun, kolong kursi kiri belakang, Aus masuk kolong kursi belakang kanan, dan Fin di bagian tengah kursi belakang. Sing Tao, karena cuma sebiji, nangkring di atas dashboard atas setir. Hemm...ada rasa nyeri and pegel-pegel di punggung karena nunggang-nungging.

Masuk gudang lagi, terntyata wrap-nya baru setengah yang jadi. Ah, paling nggak ada yang bisa dimuat ke mobil-lah. Tumpukan wrap di kursi kiri belakang bakalan dianter rada belakangan. Wrap untuk 187 Grattan St paling atas, setelah itu wrap untuk Prof. Glyn Davies and Political Science Unimelb. Jangan lupa ambil wrap untuk 206 Queensberry St, Red Cross, yang mesti dianter terpisah sama Red Cross di 155 Pelham St., dan jangan lupa juga pindahin wrap untuk 224 Leicester St and wrap Civil Enviro Unimelb ke atas karena mereka harus dianter duluan.

Nah, abis itu ambil deh rombongan wrap sisanya. Lee cukup cepat kerjanya hari ini, mungkin karena gak ngantuk. Anak Nepal ini selain nge-wrap juga nganter koran 2 round pake motor di daerah moreland. Lumayan juga capenya, apalagi kalau ujan-ujan, brrrrrr….

Tumpukan wrap yang kedua ini ditaruh di kursi kiri depan. Yang paling atas wrap untuk 200
Lygon St dan paling bawah School of Population Unimelb di Barry St. Rombongan wrap kursi depan ini yang bakalan abis duluan nantinya, karena urutan anteran.

Oke siap-siap boarding: pake rompi kuning pekerja, nyalain radio 105.5 MMM, nyalain lampu cabin dan taro list di dashboard depan. Waktu menunjukkan 4.53 am, hmmm cukup early juga berangkatnya. Sambil diiringi lagu rock lawas lantunan KISS berjudul "Rock 'n Roll All Nights", meluncurlah camry menyusuri royal parade yang sunyi dan gelap. Sekitar 2 km belok kiri ke Grattan St. dan 300 m kemudian masuk kanan ke Leicester St, untuk antar ke 224 Graduate House dan Melbourne Business School (MBS). Di MBS, sang Satpam udah majang di depan pintu menanti, sambil nyengir karena antaran dateng pagi-pagi, “Thanks mate, so I can go home early today”, katanya menyapa. Biasanya kalau rada telat (karena korannya dateng telat lho, bukan karena telat bangun), si Satpam ini pasang muka cemberut.

Habis itu giliran wrap Civil Enviro di Grattan St. Parkir di pinggir jalan dan lari-lari kecil masukin wrap ke kotak warna hijau yang nyelip di balik tiang beton. Lanjut ke Lygon st, anter wrap 200 Lygon St. Yang ini mintanya di selipin di sela sebelah kanan pintu kaca automatis. Terus, masuk ke Argyle Place No 17 and 7/21, satu Fin flat, satu Fin rolled di lempar ke terasnya. Lanjut masuk ke Cardigan Pl, untuk anter flat ke 23-25 Argyle Pl, yang diselipin di bawah rolling door garasi, dan ke 9/26 Cardigan Pl, masukin ke mailbox-nya yang kecil jadi mesti dilipet rapih. Habis itu keluar ke Queesnberry st untuk anter Fin ke 1/100, masukin mailbox juga, tapi karena lubangnya lebar and gede jadi gak perlu dilipat.

Lanjut, muter U, untuk ke 146 Queensberry nyelipin Age di bawah pintu, and lempar wrap ke Queens Café. Eh, ada si om di depan 146 yang lagi nunggu jemputan sambil ngerokok, “Morning mate”, nyapa dong gua biar gak dituduh sombong, eh doi acuh jae, sialan. Karena gondok, lemparan wrap ke Queens Café jadi kekencengan deh, gubrakk!! Wadaw, untung gak ada yang pecah, cabuuttt…. Langsung tancap gas muter U lagi ke seberang 146, and 2 plastik wrap buat CEPU Comm tanpa banyak cingcong gua lempar dari dalem mobil, untung jatoh pas di depan pintu kaca dengan manisnya, jadi bisa langsung caw tanpa turun mobil.

Lalu, masuk ke Swanston St., nganter 2 wrap untuk 500 Swanston dilempar, and 1 wrap untuk Café Crema yang diselipin di bawah pintu dan 1 wrap untuk 488 Arrow Apartemen dilempar ke dalam pintu automatis. Di depan apartemen ini hampir tiap hari ada bis turis yang akan ngangkut penumpang yang semuanya sipit.. Nah si supirnya yang juga sipit, selalu berdiri di samping tiang parking sign sambil sesekali buang dahak yang didahului suara menggerung yang luar biasa nyaring di tengah sepinya fajar. Mirip sama supir metro mini Jakarta….

Habis itu masuk ke Victoria St untuk anter 110 RMIT dan kantornya Lindsay Taner. Yang terakhir ini lagi jadi Menteri Keuangan Fed Government, jadi kantornya udah rada kosong. Dia minta korannya di taro di dalem semacam lemari yang build in concrete di depan kantornya. Bareng sama semua paket pos dan paket lainnya. Mungkin lemari itu semacam "transporting room" untuk nganter paket ke Canberra, kantor barunya si Taner. Pagi itu yang cleaning masih kerja, jadi sempet sapa-sapaan, “G’day mate”, sesama buruh subuh, saling memberi semangat.

Posisi parkir yang nanjak dan banyak kerikil di depan Taner’s office kadang bikin start Camry agak nyangkut, gak jarang mencicit seolah nyari perhatian. Daripada narik minat polisi keliling, langsung aja deh belok ke Cardigan St nganter wrap ke 23-27 RMIT, yang minta diselipin di sisi kiri pintu automatic. Dulu parkir di Cardigan bisa sembarangan, mencong sana mencong sini. Tapi sejak banyak orang mabok reseh, dan terakhir ada tembak-tembakan antara polisi dan pengendara mobil, sekarang banyak polisi mondar-mandir di Cardigan dan sekitarnya, sambil melotot pasang muka sangar. Sasaran intimadisinya pengantar koran yang lugu-lugu dan dekil.

Lanjut lagi anter wrap ke 56 RMIT, “lempar aja deh biar cepet”, pikir gua, eh… gak nyampe ternyata, terpaksa turun and mungut deh. Maju dikit lempar rolled buat 50 RMIT, nah kali ini tepat sasaran semua, 3 rolled Age, Aus and Sun masuk pager dengan sempurna. Lantas muter U sampe nyebrang lampu merah. Di depan muter U lagi untuk anter 4 tumpuk wrap ke ASU, kantornya pejuang Make Poverty History. Untuk tugas mulia ini kita dikasih kunci rolling door parkirannya, supaya bisa nyelipin di bawahnya. Si kunci sekarang gua bawa terus dan ditaro di kantong pintu kanan mobil, soalnya kalo kelupaan bisa repot, sekretarisnya galak-galak kalau komplen.

Muter U lagi untuk nganter wrap ke Dorrodata Comp di Kelvin Place, belakangnya rumah bordil Manhattan Terrace. Kata Dito, dulu banyak mobil parkir di gang itu, mungkin supaya gak ketahuan kalo mampir. Karena gak bisa muter jadi camry harus jalan mundur, terus balik and langsung parkir di depan Police Credit Office, untuk anter 1 wrap yang diselipin di sisi kiri pintu automatic. Sekonyong-konyong pas mau masuk mobil ada suara cewe bernada heran, “this early?” diulang-ulang sama dia. Rupanya dia gak nyangka bahwa Koran disebarin segitu pagi. Gua sih cengangas-cengenges aja sambil melengos dan bilang, “It’s almost six in the morning mba, the sun will be rising soon”, dengan pongah dan wajah setengah tengadah seakan-akan udah semestinya semua orang di dunia bangun dan kerja subuh-subuh.

Setelah itu nganter Age rolled ke No.10 Ivers Terrace dan kemudian ngelempar wrap untuk Solo Voyager. Nah yang terakhir ini rada nyeni dikit. Kita harus melempar wrap secara mendatar ke arah lantai, supaya dia menggelosor kencang nyelip ke bawah rolling door yang sengaja diangkat sedikit. Kalau berhasil rasanya luar biasa, serasa ngegolin telak ke gawang Tim Nas PSSI Garuda B yang dipimpin Thedorus Bitbit dan Ibrahim Lestaluhu. Kalau gak berhasil, kita bisa tendang wrapnya dengan sepenuh hati sampe masuk ke sasaran.

Selanjutnya, menuju 103 Pelham St. kantornya Vaughan Construction. Mereka langganan 4 koran, semuanya harus diselipin di bawah pintu yang celahnya sempit banget jadi kadang-kadang si koran-koran itu rada sobek dikit halaman depannya. Setelah itu muter U ke seberang untuk anter wrap ke kantor Essential Economics di 1/96 Pelham St., yang juga minta diselipin di bawah pintu.

Target selanjutnya kembali ke Cardigan St, kali ini apartemen mahasiswa, 15/213 dan 18/213, dimasukin ke mailboxnya. Setelah itu ke kantor-kantor di Office Place 233, ada 4 Age rolled yang dilempar ke No. 8, 11, 13 and 14. Untuk anteran yang ini harus lari agak kencang karena khawatir sama mobil yang diparkir di lokasi yang kurang keliatan dari target. Habis itu muter U untuk lempar Age rolled ke University Melbourne Health Centre, dan seperti udah sering terjadi, pagi ini si rolled kembali nabrak tiang beton yang gede banget berdiri di tengah dan terlontar jatuh ke trotoar. Dasar sentimen banget tuh tiang sama tukang koran… so terpaksa mesti dipungut deh dan dilempar balik supaya gak diambil orang lewat.

Bersambung...

Notes:
[1] Kalau sabtu, Koran The Age ada dua macam A1 dan A2. Dua-duanya gemuk-gemuk banget. Jumlahnyapun bertambah 4 kali lipat, dari 30-an jadi 120-an. Kalau minggu cuma A1 aja, dengan jumlah 120-an. Kalau Senin, nambah koran-koran weekend yang ditunda pengirimannya karena kantornya libur. Pada hari-hari tertentu juga ada majalah; economist, BRW dan lain-lain. Yang terakhir ini kadang kelewatan karena alamatnya gak selalu urut dan sama dengan koran.
[2] Pelanggan di sini bisa special request korannya dianter dengan cara apa dan bagaimana; apa dibungkus plastik (wrap), digulung (rolled), telanjang aja (flat), atau dibundle tanpa dibungkus plastik (demi ramah lingkungan). Caranyapun beda-beda, ada yang diselipin bawah pintu, ditaruh ditempat khusus (spt. kotak mesin air) atau dilempar ke halaman aja.

May 17, 2008

Favourite Parks

"Melbourne...Garden City", begitu kata pamflet di airport. Dan, statement itu memang bukan sekadar klaim-omong kosong, kayak motto banyak pemda di belahan dunia lain, yang abstrak, absurd and asbun. Keberadaan parks dan gardens adalah penyumbang utama bagi melbourne untuk menyandang titel sebagai salah satu 'most liveable cities' di muka bumi.

Variasinya juga marak, dari yang klasik warisan abad 19 yang penuh dengan pohon-pohon tua segede bagong bongsor, taman 'bush' Royal Park seluas 170 hektare, Botanic Garden yang fantastis di tengah kota, sampe taman-taman ukuran sedang ber-play ground di seluruh penjuru suburb. Ada juga park yang masuk World Heritage List 2004, Carlton Garden, yang bisa dinikmati dari lantai dua Melbourne Museum. Dalam setahun ada 14 juta orang berkunjung ke parks and gardens ini, mulai nongkrong doang, maen di playground and yang paling rutin, barbeque-an bareng. Pemda kota dapet duit lumayan banyak dari ngutip parkir di seputaran taman-taman tersebut.

Buat para penghuni Jakarta semenjak bayi; jumlah, letak dan variasi parks di Melbourne sungguh mencengangkan. Selain membuat mata jadi sejuk dan udara jadi segar, parks ini adalah ajang hiburan gratis yang luar biasa menyenangkan buat anak-anak. Di Jakarta, selain di sekolah, Fikhar dan Raeka harus bayar paling enggak 25-50 rebu seorang di mall untuk manjat-manjat, maen ayunan, merosot dan bergantung-gantung, karena susah banget cari tempat maen yang layak dan murah.

Nah, deket rumah Darlington ada 5 parks favorit yang paling sering dikunjungi sama Fikhar dan Raeka. Ada yang bisa disambangi dengan jalan kaki dan ada yang perlu mobil untuk mencapainya.

1. Gilmour Park

Letaknya di Campbell st., Moreland. Ini park paling sering dikunjungi sama gemblongs, sebab lokasinya antara rumah dan Moreland Primary School. Jadi, kadang pulang dari sekolah, 15.30, langsung mampir sebentar sampe menjelang gelap. Di park ini ada play ground buat anak-anak dan remaja. Sering juga ada yang maen footy (Australian Football/Rugby) di taman ini. Playground-nya di kelilingi semacam pagar kayu setinggi paha orang dewasa. Fikhar and Raeka paling sering meniti keliling pagar kayu ini, masing-masing dari arah yang berlawanan. Sehingga kalau berpapasan, salah satu (biasanya Fikhar) harus lewat kolong selangkangan yang lain. Kalau terjatuh juga tidak sakit, bahkan empuk, karena ground-nya dipenuhi potongan kayu kecil-kecil yang halus dan empuk ("alas kayu" ini environmental friendly karena di recycle dari olahan sisa kayu untuk furnitur, kertas dll).

2. Warr Park
Ini taman yang belakangan sering dikunjungi (baru dua kali sih...). Letaknya di De Carle St., di antara Moreland Primary School dan ABC Child Care. Fikhar dan Raeka udah sering merengek pengen main di Warr Park, karena mereka selalu liat tiap perjalanan antar-jemput Raeka. Taman ini lebih luas dari Gilmore Park. Permainan di playground-nya juga lebih banyak. Ada banyak pohon-pohon gede dan tua di sekelilingnya, so jadi adem banget (dingin malah kalau autumn and winter) dan juga banyak burung yang mampir dan berseliweran. Pengunjungnya juga lebih rame, terutama orang tua dan bayi-bayi. Mungkin karena banyak unit dan flat di sepanjang jalur De Carle St. Sayangnya, sampe terakhir kita ke sana belum ada orang Indonesia yang lagi maen juga. Padahal, De Carle St. salah satu kampungnya anak-anak Indo. Di Warr Park juga ada community centre yang sering dipake untuk acara Pengajian P-Brunswick. Anak-anak senengnya bukan maen kalo pengajian di sana.

3. Calder Reserve

Nah, ini park terdekat dari Darlington. Jaraknya cuma 5 menit jalan kaki. Letaknya di Patterson St., dekat degan sekolah St. Bernard. Yang lucu, kita baru tau kalau ada taman itu setelah dua bulan tinggal di Darlington. Dito juga kayaknya gak pernah cerita soal keberadaan taman itu. Luasnya sih gak seberapa, tapi cukup rindang dan banyak burung-burung. Playground-nya juga lumayan seru, dan cukup lengkap. Mainan yang paling favorit di sini adalah rope-swing, gelantungan-meluncur.

4. Merry Creek
Kalau yang ini bentuk park-nya lain dari tiga di atas. Dia adalah bantaran sungai sepanjang Merry Creek yang dirawat dengan sangat baik. Panjangnya mulai dari Carlton (selatan) sampe Lake Coburg (utara), sekitar 5 km. Ada jalur sepeda dan jalur jogging sepanjang creek ini. Kalau disusuri dari pangkal sampai ujung, dengan jalan kaki santai butuh waktu sekitar dua jam, dengan sepeda sekitar setengah jam saja. Yang menyenangkan di sini selain pemandangan hijau, dengan rumput-rumput yang pendek dan pohon eucalyptus besar-besar, telinga kita juga dimanja dengan suara gemiricik air sungai. Lebar sungai ada yang lumayan, sekitar 10 meter, dan ada juga yang cuma 2 meter. Nah, lokasi yang terdekat dengan Darlington adalah yang diujung timur Rennie St., sekitar satu km dari rumah. Fikhar dan Raeka baru satu kali ke sana, bareng sama Ayah. Ibu belum pernah mampir. Waktu main di sana, Fikhar dan Raeka menyeberang sungai dengan meniti batu-batu yang terhampar di permukaan mirip jembatan. Di bagian seberang sungai ada tempat duduk-duduk dan hamparan rumput untuk piknik. Sayangnya Raeka mau pup dan lupa pake pampers, jadi kita cuma sempat main sebentar dan harus cepat-cepat pulang.

5. Lake Coburg Reserve
Lake Coburg adalah tempat terfavorit kita untuk piknik sementara ini. Tempatnya luas sekali, penuh pohon-pohon besar yang ditata rapih. Landscape Lake Coburg di tepian sungai yang berundak-undak dan berbatu terbentuk beribu-ribu tahun yang lalu dan sebenarnya merupakan tempat yang cukup sakral buat orang Aborigin. Di danau kecil dan sungai itulah tempat burung, bebek dan angsa berenang-renang. Fikhar dan Raeka senang banget kasih makan bebek di sini. Playground-nya juga besar dan banyak mainan yang seru. Tempat ini kalau weekend selalu penuh dengan berbagai macam rombongan yang barbeque-an. Bangsa yang dateng juga beragam-ragam. Yang paling banyak biasanya bangsa Asia Tengah dan Selatan. Kita sekeluarga udah dua kali berkunjung ke sana, dan yang terakhir bawa alas piknik dan makanan. Asik banget. Sambil maen jumpalitan, makan chips. Kalau menyusuri track-nya ke utara sepanjang sungai, kita bisa lewat jembatan dan menyusur ke atas bukit. Nah, diujungnya ada playground lagi yang format permainannya agak berbeda; ada panjat dinding, ada titian zig-zag dll. Uniknya yang dateng ke sini rata-rata keluarga kulit putih. Mungkin karena lebih dekat dengan permukiman kelas menengah atas melbourne. Sayangnya Lake Coburg agak jauh dari Darlington, jadi untuk ke sana harus pake mobil sekitar 15 menit. Sama sekali gak jauh sih kalau dibandingkan perjalanan di Jakarta.

Itu dulu kisah taman-taman favorit kita...

HAPPY BIRTHDAY EYANG!

Happy 35 th Wedding Anniversary too!

Oya, ternyata kita udah bisa telp dari rumah secara gak sengaja ketemu brosur Telstra dan ketemu kode untuk sambungan internasional...

The Gemblongs' New Friends

Sejak di Melbourne Fikhar dan Raeka punya teman-teman baru. Ada teman di sekolah Moreland Primary School (Fikhar) dan di ABC Child Care (Raeka). Dan, ada teman-teman yang sering ketemu dan maen bareng kalo Ayah sama Ibu ada acara bareng orang-orang Indo, seperti pengajian, barbeque-an, diskusi, jalan-jalan dan lain-lain. Nah, temen-temen terakhir ini yang mau diceritain.

Yang pertama, anak-anak Assegaf Family: Izzat, Raushan dan Rasha. Izzat, anak Tante Nana dan Om Baim. Umurnya 7 tahun, baru ulang tahun February kemarin. Izzat sekolahnya di East Brunswick Primary School, grade 1, setingkat dengan Fikhar. Izzat suka banget menggambar dan penggemar Harry Potter sejati. Raushan dan Rasha anak Tante Oci dan Om Kiki. Mereka tinggal di Haines St, North Melbourne. Raushan umurnya 5 th Maret kemarin, dan dia sekolah di Errol Primary School, prep class. Raushan penggemar Superman dan suka banget pake kostum superhero itu. Rasha, umurnya baru 1,5 tahun. Dia gadis kecil yang sangat independen. Kalau lagi ngumpul dan maen bareng, dia sering banget asyik maen sendiri dan gak tergantung sama anak-anak lain yang lebih gede. Sehari-hari Rasha sekolah di University Child Care di Queensberry St. Kegemaran Rasha yang utama adalah main boneka, sama seperti Raeka.


Yang kedua, Salma, anak Tante Dara dan Om Luky. Salma umurnya kurang lebih 2 tahun. Dia berangkat ke Melbourne ketika umurnya baru 3 bulan. Hobby-nya yang utama maen boneka, main masak-masakan, dan main kembang api. Setiap Salma main ke rumah Darlington, Om Luky selalu bawa kembang api, dan anak-anak girang banget kalo udah main kembang api di halaman depan Darlington. Salma panggil Raeka "Kakak Rae", dan kalau udah janjian mau ketemuan, sejak bangun tidur Salma udah panggil-panggil "Kakak Rae". Raeka juga sami mawon, udah ribut banget dan jumpalitan setiap mau ketemu Salma. Meskipun mereka juga berdua gak jarang bertengkar kalau lagi main bareng, tapi tiap berjumpa selalu berpelukan erat layaknya dua sahabat yang lama banget gak bertemu.

Yang ketiga, Yazi dan Victra, anak Tante Dina dan Om Uda Edi. Yazi umurnya 8 th, Victra 6 th. Mereka berdua sekolah di South-West Brunswick Primary School. Sebagai yang paling tua di antara anak-anak Indo, Yazi selalu berperan sebagai kakak semua anak-anak. Dia hobby maen games dan pintar main piano. Victra, yang baru aja ulang tahun 25 April kemarin, sangat akrab sama Fikhar. Ketika trip ke Geelong, awal April lalu Victra maunya duduk satu kursi dengan Fikhar di bis. Bahkan mereka terpaksa rela pangku-pangkuan karena anak-anak yang lain (Raeka, Raushan dan Izzat) juga bergabung di kursi yang sebetulnya cuma buat berdua itu. Victra bisa main biola dan gak suka sekali dengan Barbie, tapi penggemar berat Bratz.

Kalau mereka semua udah ketemu.... Blassss! Ruame and huebohhh banget. Mereka pernah jadiin ruang main anak-anak di pengajian P-Brunswick di Masjid Fatih --dengan bahasa mereka sendiri-- "screaming room". Mereka juga pernah duduk bareng dalam satu kursi 2-seater di Bis, dan di bawah panduan Om Omar bikin perjalanan pulang dari Geelong lebih mirip rombongan play group daripada rombongan mahasiswa Ausaid Club.

May 15, 2008

Dunia (Ternyata) Selebar Daun Kelor

Pepatah yang bilang bahwa "dunia tak selebar daun kelor" kayaknya kurang berlaku sejak berangkat ke Melbourne Januari lalu. Ini cerita tentang kawan-kawan di Melbourne yang ternyata punya kaitan dengan kerabat dekat atau proses pertemanan di Jakarta.

Pertama-tama yang jelas, Rival memperpanjang rekor satu sekolah bareng sama Rifqi, yang udah berlangsung sejak SMP. So, kalau lulus tahun depan mereka berdua belajar bersama, plus sekantor, selama kurang lebih 22 tahun. Rifqi or Kiki, juga ke Melbourne sama keluarganya, Oci sang istri dan dua orang anaknya; Raushan (5 th) dan Rasha (1,5 th). Oci, adalah juga temen seangkatan Ifa di kampus. Nah, kakaknya Kiki, Ibrahim or Baim, juga belajar ke Melbourne Uni bareng sama istrinya, Najwa (Nana), plus anaknya Izzat (7 th). Baim and Nana lulusan FHUI juga. Baim juga sempet dan masih jadi temen kerja Rival di PSHK. Rival, Kiki and Baim berangkat ke Melbourne barengan 2 Januari 2008.

Sejak sampai di Melbourne, Mereka bertiga ngekos di rumah Luky Djani, gembong Indonesia Corruption Watch (ICW). Luky, teman kerja (Koalisi LSM) Rival, Kiki dan Baim di Jakarta. Istrinya, Dara, alumnus FISIP UI angkatan 95, mahasiswanya Papa and Ibu. Flat Luky and Dara di Lang St, Parkville waktu itu sedang ditinggal kosong karena Dara lagi magang dan penelitian di Aceh, sedangkan Luky pulang ke Jakarta sama Salma (2 th), anaknya. Flat itu jadi markas besar perburuan rumah ke seluruh penjuru Melbourne, dari ujung Coburg sampe pinggir St. Kilda.

Selama berburu rumah ditemenin dan dipandu sama Cucha, anak Indonesia tetangga Kiki di Kompleks AL Cinere, yang nikah sama Scott WN Australia. Dia udah sepuluh tahun di Melbourne, dari sejak kuliah sampe nikah. Cucha, juga adalah temen seangkatan SMP Rival dan Kiki di Cipete. Selama pencarian akomodasi, yang prosesnya melalui puluhan inspeksi, bantuan Cucha dan Scott tak terkira pentingnya. Mereka bahkan sudah siap sejak hari pertama rombongan Jakarta datang. Tanpa diantar mobil mereka sulit mengejar banyak jadwal inspeksi yang waktunya hanya berselang 10-15 menit antar tiap rumah yang jaraknya rata-rata bisa 3-5 km.

Ketika minggu kedua perburuan berlangsung, di tengah kefrustasian karena susahnya dapet offer dari agent, sekonyong-konyong Rival terima sms dari Mas Bagus Aryo, bunyinya kira-kira: "Ada rumah mau ditake-over di Coburg, segera telpon Dito setelah jam 5 sore". Mas Bagus adalah mahasiswa PhD di Unimelb, baru kenal di Melbourne. Mas Bagus adalah juga dosen di Departemen Kesos di FISIP UI, koleganya Tante Cacis (Ibunya Lawe, temen seangkatan Rival di FHUI). Mas Bagus juga sempet kerja bareng Papa di Aceh tahun lalu di proyek yang dkomandoi Tante Cacis. Istrinya, Mba Titi juga anak FISIP UI, yang rupanya teman marching band Oci selama kuliah.

Sore itu juga telpon Dito dan janjian ketemu besok paginya. Sekitar jam 10 siang, Rival and Kiki sampe di Darlington Grove. Sejak liat rumahnya udah langsung tertarik, karena selain cukup besar, unit itu juga punya pekarangan depan yang cukup luas dan dipasang pager. Setelah ngobrol-ngobrol agak panjang dengan Dito baru ketahuan bahwa dia alumnus FEUI yang waktu jadi mahasiswa baru cukup akrab sama Ery, temen kerja Rival di PSHK dan saudara ipar Kiki dan Baim. Ery dan Dito punya kesamaan, hobby latihan martial arts. Istri Dito, Kartika or Ika, adalah anak FHUI yang seangkatan dengan Nana. Ika juga cukup akrab dengan Junet temen se-gank Rival dan Kiki di kampus. Ketika Junet jalan-jalan ke Melbourne tahun 06, dia nginepnya di Darlington.

Ika udah pulang ke Jakarta, rencananya mau melahirkan anak ketiganya di sana. Dito yang masih ada kuliah sampe Juni tahun ini berencana pindah ke apartemen temannya di City, demi menghemat biaya dan waktu. Teman Dito yang dimaksud namanya Benny, lulusan Taruna Nusantara, kakak kelas Hani adik bungsu Baim dan Kiki.

(Rival, Dito, Luky dan Dara di Darlington)

Untuk sementara, sambil terus berburu akomodasi, rumah di Darlington ditempati sama keluarga Baim. Rumah Lang st. ditempati keluarga Kiki. Rival yang masih "single" untuk sementara ngekos di rumah Uda Edi di Brunswick West. Windu, kawan Rival di kampus, yang kasih informasi tentang temporary akomodasi ini. Windu sendiri juga semasa kuliah di Melbourne sempat ngekos di sana. Windu dan Uni Dina (Istri Uda Edi) dahulu teman satu angkatan di SMA. Uni Dina sedang ke Aceh untuk penelitian PhD-nya, dan anak-anak mereka, Yazi dan Victra diboyong ke Jakarta untuk liburan musim panas. Makanya, satu kamar mereka dikos-in untuk mahasiswa baru yang masih kebingungan cari akomodasi tetap.

Selama nge-kos di Howson St. ini, banyak pengetahuan tentang Melbourne didapet, terutama tempat-tempat belanja murah dan lokasi-lokasi hiburan keluarga. Uda Edi, di tengah kesibukannya kerja, masih rajin banget ngajak jalan-jalan. Bahkan, sempat nonton fireworks berduaan di Yarra River waktu Australian Day. Juga nonton Final Australian Open di Federation Square. Ketika udah jalan dua minggu mondok baru ketahuan bahwa Uni Dina adalah orang yang ngurus perjalanan Papa ketika tahun lalu diundang Asia Centre Unimelb untuk presentasi hasil penelitiannya di Lombok. Nah, yang jemput Papa di airport dan antar ke hotel ndilalah adalah Uda Edi.

What a small world....

Lord of the Roads

Kalo di Jakarta makan Big Mac sambil nyetir pake satu tangan, di sini nyetir ke sekolahnya Fikhar yg cuma 5 menit dari rumah takut banget bo. Soalnya gw tau mayoritas orang sini patuh aturan lalu lintas, alias kalo mereka merasa itu jalannya mereka, ya maju terus tanpa injak rem. Jadi sekali kecelakaan di sini biasanya parah.

Sebenarnya pada prinsipnya cukup gampang. Yang lurus dan yang dari kanan selalu dapat jalan duluan. Tapi selain itu ada si Tram. Yg sebenarnya pada prinsipnya juga gampang, kalo dia berhenti nurunin orang kita harus berhenti, ngga boleh nyalip2. Namun, tetap aja gw keder. Takut bikin salah di negeri orang (kalo di negeri sendiri mah royal he3x).

Anyways, setelah 3 bulan jadi invalid n perempuan menyeh2 yang ke mana2 harus disetirin suami, gw akhirnya nekat pegang setir sambil terus nyebut mantra,"Biar ngaco yang penting selamet...biar ngaco yang..." and whadya know, I'm Lord of the Roads again, eh, Lady of the Roads, whatever, yang jelas sedikit kembalilah kemandirian gw. Tapi, gw belom berani nyetir ke City secara ada yg namanya belokan "hook", jadi kalo mau ke kanan kudu ke kiri dulu. Kata Tante Mia (nyokapnya Belinda) banyak orang Asia yang ketabrak di situ. Hiiii....

Kalo si Rival mah sejak ngoran udah jago n PD nyetir di sini. Oya, sekarang dia ngoran tiap hari setelah Dito resign. Busyet, rajin banget dia bangun jam 4 pagi. Balik2 paling lambat jam 6.30, kalo weekend jam 7. Sementara gw makin lama bangunnya makin siang...ngga ada motivasi kalo kata Rival. Tapi kalo ngga ada motivasi kenapa hidung buntu gw tiba2 sembuh coba? He3x...ngga nyambung yah, tapi emang bener, alergi gw tiba2 selama 1,5 bulan terakhir ini gone with the wind. Padahal karpet kagak gw vacuum tiap hari. Kemungkinannya cuma satu, stress mulai hilang atau minimal sementara ngumpet sampe gw mulai kuliah n ngurus semua yang udah gw urus selama ini...God help us all.

May 5, 2008

National Treasure

Kita menemukan harta terpendam hari Minggu kemarin. Masa waktu kemarin kita bongkar gudang utk ngeluarin dryer, kita bongkar juga 2 kardus yg selama ini teronggok di pojok. Si Dito udah bilang sih bahwa itu isinya baju-baju orang Korea temannya teman dia yg mau dikirim, tapi udah setahun lewat n temannya dia itu ngga ngambil-ngambil. Di dalamnya ternyata buanyak baju2 cewek seukuran gw n yg paling penting ada beberapa baju musim dingin yg okeh banget plus kaos2. Ada juga electric blanket, tapi ternyata utk single bed, tapi bisalah dicari akal supaya bisa dipake. Senangnya hatiku...

Hari ini surat penerimaan dari RMIT juga sampai. Kl surat dari Uni Melb baru sampai sekitar tgl 15 Mei. Gw mau tunggu itu dulu, biar mantab pilihannya gichu.

Malam Minggu kemarin gw masak Mongolian Lamb...gampang banget bikinnya n nyam,nyam,nyam banget....sekarang tiap malam minggu kita tetapkan sebagai hari Mongolian Lamb. Toko langganan yg jual halal meat di sini namanya Medina, yg punya orang Lebanon. Dan memang, kualitasnya bagus, kl dithaw-ing darahnya ngga ikut lumer kayak daging yg beli di Coles.

Tiap hari Kamis Fikhar dikasih uang jajan $1 karena tiap hari kamis ada kantin dadakan. Udah dikasih $1 gitu dia ngeyel minta 20 cents karena makanan yg dia pengin (rice crackers) harganya segitu. Udah dibilangin $1 itu lebih dari 20 cents tapi masih ngeyel, akhirnya Ifa kasih 20 cents 5 biji. Bener deh, pulang sekolah dia bilang dia beli rice crackers tapi belom dia makan karena mau di share sama adiknya...sweet banget ya....terus sisa uangnya dia tabung di celengan plastik kecil berbentuk peti harta karun.