Aug 25, 2008

Jalan-jalan Bersama Eyangs

Ini beberapa foto selama Eyangs berlibur 2 minggu di Melbourne, 5-17 Juli 2008.


(Botanical Garden)

(Naik Kereta Kuda di City)

(Mt. Gweniere)

Garage Sale di Darlington


Sabtu pagi sampai sore, di tengah gerimis dan terik matahari yang bergantian, berlangsung garage sale di Darlington house. Semua barang peninggalan mantan penghuni Darlington, ditambah barang-barang Indomelb yang disimpan di gudang mba Khuldi, plus seluruh isi ex rumah Ibeth di jual di sini. Dari tempat tidur IKEA sampai gayung plastik. Dari yang harganya $50 (fridge) sampe yang "ambil aja sebanyak-banyaknya" (perlengkapan dapur).

Yang jualan makanan sarapan pagi lumayan banyak. Ibu-nya Kanti-Omar, yang sedang berkunjung untuk menemani anaknya yang sebentar lagi melahirkan, jual lontong sayur ala padang, $4 pake telor. Zubeth bikin bubur kacang ijo, bayar se-relanya. Rifki Akbari buat nasi udang balado untuk makan siang. Ada juga yang jualan spring roll $3/4 buah. Gak heran, pengunjung udah ramai sejak pagi-pagi. Sambil sarapan, belanja barang. Suhu 6 derajat tak menghalangi kegembiraan orang-orang hari itu.

Siangnya, ketika transaksi sudah mulai mereda sebagian pengunjung berdiskusi tentang masa depan organisasi Indomelb di halaman rumah. Gerombolan krucil yang datang juga cukup banyak, dan mereka semua --seperti biasa-- menjadi penguasa area dalam rumah. Fikhar dan Raeka luar biasa senang hari itu, sudah lama mereka bermimpi mengadakan garage sale di rumah sendiri.


Seluruh acara hari itu selesai sekitar pukul 3an. Hasil penjualan barang cukup lumayan. Para penjaja makanan tersenyum senang. Para pengurus dan simpatisan Indomelb pulang dengan banyak gagasan dan mimpi baru. Teman-teman dekat (kel. Assegafs dan kel. Dina) masih lanjut bercengkerama sampai pukul 5. Sekalian merencanakan perjalanan ke Carribean Market esok harinya.

Aug 22, 2008

Working Visa, 15 Menit Saja...

Sepulang dari ambil upah mingguan, saya tiba-tiba terpikir untuk mulai mengurus working visa. Sebetulnya tidak ada kebutuhan yang mendesak untuk mengurus itu sekarang. Sebab, kerjaan yang sekarang juga gak menuntut buruhnya untuk punya working visa dahulu. Apalagi di kontrak ada aturan yang bilang bahwa Ausaid student awardee hanya bisa dapat visa kerja bila sudah menjalani satu semester dengan prestasi baik dan dapat surat ijin dari universitasnya. Kerumitan birokrasi yang cuma bikin tambah malas. Buat Ifa, visa kerja memang agak berguna, karena bisa jadi tambahan amunisi untuk banyak urusan yang berkaitan dengan benefit dan segala macam potongan (child care, after school care, dan care-care lainnya).

Menjelang sampai di rumah, sekonyong-konyong hp menyalak tanda sms datang. Rupanya Uni Dina: "Val, udah tau blm hr ini bs bkn workg visa d kampus?". Pesan pendek yang bikin gairah hidup bangkit. Wah, kebetulan be'eng... Berarti kan ga usah ngurus dengan prosedur yang panjang. Segera aja kasih tau kabar ini ke Ifa, dan rencana hari itu langsung bergeser: Ke kampus dulu bikin working visa dan bayar bill listrik di kantor pos, terus jemput Raeka di Moreland Kindergarten, and lantas cari pohon bunga $2 di perapatan moreland, terakhir baru jemput Fikhar di sekolah.

Ifa sebetulnya agak merasa berat untuk jalan-jalan ke luar rumah. Sudah dua hari ini dia gak enak body. Badannya lemes terus dan kepalanya sakit gak karuan. Apalagi hari ini dinginnya luar biasa menyengat. Mungkin menjelang penutupan winter, jadi si angin dari kutub menyerang daratan secara jor-joran. Tapi, dengan semangat Darlingtonian, Ifa memantapkan hati dan menguatkan kaki melangkah ke kampus Parkville. Sampai kampus untungnya langsung dapat tempat parkir gratis 1P, alias satu jam saja. Langsung aja kami berdua menuju International Center.

Sampai lokasi, ternyata sepiiii sekali. Hanya ada tiga orang di sana, semuanya pegawai imigrasi. Yang seorang menyapa kami dan memberi petunjuk proses mendapatkan working permit visa: Pertama-tema isi form 157A, untuk family (student and spouse) cukup satu form saja. Setelah itu serahkan formulir ke pegawai yang menginput data. Karena Rival mahasiswa yang dibiayai Ausaid, kami tidak perlu mengeluarkan $60 untuk biaya administrasi. Habis itu, dalam waktu 15 menit, paspor kami berdua sudah diisi dengan sticker visa yang baru. Ya' betul! Limabelas menit saja. Ifa, yang sebelumnya lesu dan agak murung, sontak mendadak sumringah ketika melihat sang pegawai perempuan yang mengisi data menyatakan bahwa urusan kita sudah tuntas saat itu juga, tak perlu tunggu kabar apapun lagi.

Mungkin karena sudah terbiasa dengan birokrasi yang lelet dan penuh curiga, kami berdua jadi senang luar biasa dapat perlakuan seperti itu. So, kita segera telpon Kiki and Oci untuk kasih berita/informasi itu. Sayangnya, Kiki gak dapat perlakuan yang serupa dengan kami. Dia diharuskan menunjukkan surat ijin dari universitas. Uniknya, surat itu tak jadi syarat buat urusan visa kami. Ternyata, sisi "tak konsisten" birokrasi masih muncul juga di sini.

Aug 18, 2008

Indonesian Day at Moreland Primary School

Dalam rangka Indonesian Day, Moreland Primary School (tempat Fikhar and Raushan sekolah) menyelenggarakan special assembly. Sekolah ini memang getol merayakan keberagaman budaya. Terutama karena paling kurang ada 35 bangsa yang jadi murid di sekolah ini. Penampil utamanya adalah Saman Dancer Indomelb plus orang tua murid Indonesia, termasuk Ifa dan Oci.

pre-performance

Awalnya Ifa ragu untuk ikutan tampil, tapi akhirnya setelah ikut latihan pertama di Parkville, dia jadi semangat untuk bergabung. Hanya ada waktu dua minggu untuk latihan. Beberapa dari mereka sudah pernah tampil di acara-acara lain di Melbourne. Jadi hanya yang baru-baru saja yang mesti menghapal gerakan dan lagu yang harus dinyanyikan.

Selama latihan Raeka selalu ikut nonton. Setelah ikut 3 kali latihan dia sudah mulai hapal lagu yang didendangkan oleh para penari. Di rumah dia mulai sering banget nyanyiinya... "Salamualikum kami ucapkan/para undangan yang baru tiba/karena salam nabi kan sunnat jarota mummat tanda mulia...". Dia bahkan udah bisa mengikuti beberapa gerakan tarinya, tentunya dengan muka yang lucu. Alhasil selama seminggu terakhir, suara dia dan Ifa yang lagi menghapal lagu, mengisi rumah Darlington dengan nuansa dan alunan saman.

Latihan terakhir di rumah Darlington, hari minggu siang kemarin. Semenjak pagi Ifa udah siap-siap masak siomay. Hari itu juga pas 17 Agustusan, jadi sebagian warga Indonesia upacara dan makan-makan di Konsulat Jenderal dahulu. Sekitar jam 2an, ketika Rival lagi asyik tidur siang, para penari udah mulai berdatangan. Jam 3an mereka mulai menari di ruang tengah, ditonton dengan histerical oleh sejumlah anak-anak (Raushan, Izzat, Ayu, Amel, Rasha, Fikhar and Raeka). Karena hari terakhir sebelum acara, kali ini mereka latihan sampai menjelang malam. Suasana rumah Darlington jadi meriah.

D-Day

Pagi-pagi, para penari udah kumpul di Moreland PS, untuk pakai kostum dan dress rehersal. Sekitar jam 9.10 murid-murid, guru-guru dan para orang tua mulai kumpul di Assembly Hall. Ayu dan Amel (anak-anak Dwie dan Ika) yang bertugas sebagai mc mulai mengumumkan acara Special Assembly hari itu.

Setelah Australian Anthem, dikumandangkanlah Indonesian Anthem yang sudah disiapkan oleh Tim Indomelb (Zubeth dan Fabian). Bendera Merah Putih juga dikibarkan di pagar lantai atas. Ada rasa haru dan bangga juga mendengar Indonesia Raya di negeri seberang.

Usai Indonesia Raya yang cukup membangkitkan suasana, Saman Dancer menampilkan rangkaian tariannya. Saman Dance terdiri dari beberapa set gerakan. Yang ditampilkan kali ini ada 5 set. Di antara tiap set selalu ada jeda, yang memberikan kesempatan kepada penonton untuk memberikan tepuk tangan gemuruh. Terlihat sekali para murid-muri SD dari berbagai bangsa itu terbengong-bengong kagum dengan tarian yang disajikan. Guru-guru dan orang tua yang hadir juga kelihatan antusias dan tercengang-cengang dengan kekompakan dan semangat para penari. Latihan yang hanya lima kali ditutup dengan performance yang luar biasa dari para penari.

Setelah Saman yang bikin heboh ruang Assembly, ada penampilan dari Indonesian Choir asuhan Mba Amelia. Penyanyi gabungan antara anak Indonesia dan anak-anak bangsa lain. Ada dua lagu yang dinyanyikan; "Sorak-Sorak Bergembira" dan "Rasa Sayange". Lagu pertama untuk memperingati Kemerdekaan Indonesia, lagu kedua disebut sebagai "the famous Indonesian folk song". Sepertinya ini bagian dari upaya sistematik untuk reclaiming lagu "rasa sayange" yang sempat diklaim sebagai lagu rakyat Malaysia.

Special Assembly usai sekitar jam 10an. Para penari kemudian berfoto-foto dengan para murid dan guru. Juga dengan murid-murid para orang tua warga Indonesia yang hadir hari itu. Ifa kelihatan puas dan gembira, walaupun ada gurat lelah juga di mukanya.

Sudah lama Darlington gank tak merayakan 17 Agustusan. Terutama karena hari itu sering kehilangan maknanya bila melihat nasib bangsa dan tanah air saat ini. Hari ini kami peringati 17an dengan khusu' dan gembira bersama bangsa-bangsa lain di negeri bawah angin. Dirgahayu Republik Indonesia...

Aug 16, 2008

Fikhar's Hobbies

This is a list of Fikhar's 21 most favourite hobbies:
1. Playing with the computer
2. Watching television
3. Playing with toy cars
4. Going to the beach when its summer
5. Playing in the snow in winter
6. Playing with my friends in my school; Dhafin, Jonah, and Jie
7. Playing with Raeka
8. Going to the movies
9. Playing with Yazi and Victra
10. Shopping with Tete
11. Playing in the park and swimming
12. Eating omelette
13. Going somewhere, like DFO (Direct Factory Outlet), Barkly Square and High Point
14. Being in my house because our house number is 14
15. Going to school
16. Going to Pengajian
17. Having a garage sale
18. Playing with my scooter
19. Reading books
20. Drawing
21. Having my birthday because my birthday is on 21st of October!!!

Aug 4, 2008

Dito Pulang...

Dito akhirnya pulang ke Jakarta, Rabu 23 Juli lalu. Setelah tertunda-tunda karena nilai ujian, akhirnya semua urusan beres sudah. Sejak senin Dito kami paksa nginep di Darlington. Supaya hari terakhirnya di Melbourne ada di rumah, bukan di kos. Dito juga menyambut dengan senang, alasannya sederhana: biar bisa tidur di kasur empuk dengan hembusan semilir angin hangat dari heater. Fasilitas dasar yang gak ada di apartemennya yang mewah di pusat kota.

Selasa pagi, Dito ikut ngoran. Nostalgia terakhir sebelum hengkang. (Dito dan Rival adalah dua orang yang sangat fanatik dengan pekerjaannya sebagai tukang koran. Mereka bisa ngobrol soal teknik melempar dan membahas alamat rumah selama berjam-jam dengan penuh antusias.) Waktu di gudang koran, Dito juga sekaligus pamitan dengan kawan-kawan sesama buruh pengantar koran. Tak lupa juga dengan Nick sang majikan.

Setelah loading, pagi itu, Dito bertindak selaku driver/pelempar dan Rival co-driver/penyelip ke mail box. Sepanjang ngoran tak habis-habisnya mereka berdua saling memuji teknik lemparan dan berbagi kisah pengalaman ngoran. Kalau saja ada candid camera, pasti suasana di cockpit camry itu sungguh aneh mengharukan: dua pria dewasa, suah menikah, umur 30an berbincang dengan girangnya tentang hal yang membosankan, saat subuh di tengah dinginnya winter.

Pada situasi itulah terjadi insiden tak terduga. Di rumah No. 163 Drummond St. Dito berhasil melempar age, fin dan sun rolled dengan sukses, diiring decak kagum Rival. Setelah itu giliran rumah No. 169, dengan semangat dan tanpa keraguan Dito menambatkan mobil dengan posisi menceng ke kiri di depan rumah itu. Lantas dengan sepenuh hati dan sekuat tenaga menyambit age rolled dengan kencang ke arah pintu berwarna hijau. Saat menanti momen jatuhnya si koran, selintas kami berdua melihat sekelebat bayangan orang di pintu itu, berusaha menangkis koran yang meluncur deras dari tangan Dito. Jantung kita berdua sontak berhenti: wadaw, ternyata ada sang penghuni berdiri di depan pintu, sedang bersiap bawa anjingnya jalan-jalan pagi.

Bapak tua itu kontan berteriak marah sambil mengacung-ngacungkan tangannya yang sedang memegang tali kekang anjingnya. Samar-samar terdengar "how dare you... Do you want to kill me.. You've ...", gelegar marahnya segera menghilang di tengah pagi buta, sebab dengan tangkas bergegas Dito tancap gas pergi dari rumah itu, sambil mengangkat tangan dan mengucap "sorry sir...sorry...". Dengan jantung masih deg-degan, mereka melanjutkan antar koran pagi itu. Buat Dito, ini penutupan antar koran yang sangat berkesan. (Keesokan paginya ada notes dari Nick di lembar list pelanggan, "Be careful with 169 Drummond st. You hit the man yesterday, and broke the garden light on the weekend.")

Pulang ngoran, mampir dulu ke apartemen Dito di city. Ambil kunci dan ambil pakaian ganti. Di sana kenalan dengan penghuni baru pengganti Dito. Namanya Mulpi, anak Indo lulusan IPB yang udah dapet PR. Habis itu balik ke Darlington.

Menjelang sore Rival and Dito ke Cauffield, ambil pesanan Ika, yimca sedap buatan Mba Ati koki restoran Nusantara. Sambil menuju coburg, jemput Aria (PSHK) dulu di QV Mall di city. Aria lagi dateng ke Melbourne menemani rombongan hakim-hakim Mahkamah Agung. Di sana ternyata ketemu Mulpi juga yang lagi belanja di safeway. Alhasil, kita berempat beranjak menuju Darlington, untuk berkumpul bersama yang lain dalam rangka melepas kepulangan Dito ke Indo.

Sampai Darlington udah ada Kiki and Oci. Gak lama dateng Erik, Mayada and Belly (adik Mayada yang baru sampe di Melb). Baim juga kemudian dateng sama Izzat. Disusul Omar dan Kanti yang bawa hadiah action hero buat dibawa pulang sama Dito. Kami semua makan malam pasta buatan Ifa, plus pizza halal yang diantar. Malam itu malam terakhir Dito di Melb, dan menjelang bubaran dia dapat informasi paling meaningful sepanjang pertemanan kita: Baim adalah aktor dibalik jubah "Kapten Perkasa" di acara Bursa Komedi awal 90'an.

Rabu subuh Dito udah bangun, tapi dia gak ngoran lagi pagi itu. Sebab masih harus packing beberapa barangnya. Usai Rival ngoran dan sarapan, Rival dan Dito berangkat ke Tulamarine Airport dengan camry. Mampir sebentar ke Brunswick Rd jemput Kapten Perkasa di rumahnya.
Sekitar jam 10.30 sampe di Bandara. Abis check-in sempat ngobrol-ngobrol dulu di luar, bahas rencana Dito di Jakarta, sambil sesekali mengulang kisah pembuatan tayangan "Kapten Perkasa".

Jam 11an, kami melepas Dito di Gate 4. Di perjalanan pulang ke Coburg terkenang cerita pertemanan selama 7 bulan terakhir...

Sampai ketemu lagi Bro! Kami tunggu kedatangannya tahun depan di Darlington...

Tamasya ke Lake Mountain

Akhirnya, Sabtu, 2 Agustus tiba juga. Ifa bangun pagi-pagi sekali, untuk goreng spring roll dan perkedel yang udah disiapinnya sejak Jumat siang. Rival juga bangun lebih pagi, supaya lebih cepet nganter korannya. Ini hari penting, karena kami akan bertamasya ke Lake Mountain. Bersama Darlington Gank ada rombongan Kel. Assegaf minus Nana, Kel. Uda Edi, Kel. Erik plus teman adiknya, Mas Jay, dan tiga dara dari Lang St. (Ika, Najma dan wanita pakistan yang sampe sekarang kita gak tau namanya). Total jenderal semuanya ada 23 orang, nyewa tiga mobil 8 seater.

Jam lapan kurang seperempat, rombongan Darlington menuju ke rumah Uda Edi di Brunswick West. Setelah itu Rival, Uda Edi, and Baim, ke City untuk ambil mobil sewaan. Jam 9.10 semua tim udah lengkap di depan rumah Baim. Sepuluh menit kemudian tiga mobil sudah meluncur menuju Lake Mountain, lewat Eastern Freeway.

Kami semobil dengan Kel. Uda Edi. Fikhar dan Raeka yang udah excited dari pagi, semakin kegirangan sepanjang perjalanan. Tiga anak duduk paling belakang, Yazi, Fikhar dan Raeka. Victra duduk sama Ibunya dan Tante Ifa (Mrs. Lady, kata Yazi) di tengah. Di jalan mereka ngoceh terus gak berenti-berenti. Meski dua ibu-ibu di kursi tengah terus menerus nyuruh para kurcaci ini tidur, tetep aja mereka gak nurut. Ibu-ibu ini juga gak pantang lelah menyuapi anak-anak dengan ransum yang disiapin dari rumah: spring roll, roti sosis, kacang, cokelat dan biskuit. Taktik ampuh supaya ketika sampai perut anak-anak udah lumayan penuh dan bisa langsung main tobogan*.

Selain ngobrol, anak-anak juga nyanyi-nyanyi. Kalau liat lambs lagi merumput mereka langsung nyanyi "Merry has a little lamb". Raeka juga sering berinisiatif nyanyi sendiri. Beberapa lagi dia dendangkan, di antaranya "rain, rain go away..". Kalau udah mulai bosen dan kecapean, mereka juga mulai bertengkar. Dan setelah satu jam perjalanan, Fikhar mulai nyebelin karena gak berhenti nanya berapa lama lagi kita akan sampai.

Setelah sejam setengah, kita berenti sebentar di Healsville. Sebagian ke toilet, sebagian meregangkan badan dan kaki. Kota ini menarik banget. Kecil, teduh dengan jalan mungil yang berkelok-kelok. Agak beda dengan tipikal kota kecil Australia pada umumnya yang kotak-kotak dan agak gersang dengan jalan yang lebar-lebar. Di kota ini juga ada kebun binatang yang cukup besar. Gak heran kalau suasananya ramai dan ekonominya berkembang.

Tak sampai satu jam perjalanan setelah beristirahat, kita sampai di Lake Mountain. Salju sudah banyak di sepanjang sisi jalan 10 km menjelang pos tiket. Hujan juga mulai turun, sayangnya bukan snowflake. Hari ini rupanya banyak sekali pengunjung yang datang. Parkiran di dekat resort sudah penuh, sehingga kita harus parkir 2 km di bawah dan naek shuttle bus ke atas. Anak-anak sudah gak sabaran. Fikhar, Raeka dan Raushan udah mulai maen salju di parkiran itu.

Turun dari shuttle bus, sebagian menuju tempat penyewaan. Untung aja kita udah sewa tobogan dan beberapa boots anak-anak di City kemarennya. Jadi gak perlu antre dan anak-anakbisa langsung beraksi dengan tobogannya. Tanpa peduli bahwa tobogan run-nya masih harus jalan lagi ke dalam, Fikhar dan Raeka dengan girang langsung meluncur dengan tobogan di sekitar parkiran. Raeka keliatan lucu banget dengan balutan baju salju warna purple, pink and hejo, dengan sarung tangan merah and boot coklat. Fikhar pake baju salju juga dengan warna biru muda, juga dengan sarung tangan merah dan boot coklat.

Masuk ke dalam ada tobogan run yang udah penuh orang. Di pinggir run ada perempuan yang teriak-teriak pake toa nyuruh orang-orang dewasa supaya gak jalan di tengah run, "walk on the side, walk on the side...". Fikhar, Yazi, Raeka dan Victra tanpa ragu langsung meluncur di sana. Sayangnya hujan makin deras. Gak lama Raeka udah mulai kedinginan dan kecapean. Dia mulai nangis. Rupanya, setelah di bawa Ifa ke cafe, baru ketahuan kalo kaos kakinya udah basah kuyup. Setelah kira-kira 6 kali meluncur Fikhar juga mulai kecapean. Dia mulai sibuk nyari site untuk bikin snowman.

Setelah dua jam-an, hujan kadang berenti, kadang deres. Akhirnya Ifa dan Uni Dina bawa anak-anak ke cafe. Minum coklat dan makan chips, sambil mengeringkan diri di heater. Mereka semua ngumpul di pojokan, anak-anak nongkrong di atas heater, persis di bawah peringatan "do not sit and put your wet clothes on the heater". Berkali-kali si petugas yang keliling meminta anak-anak turun dari heater, tapi berkali-kali juga mereka kembali nonkrong di sana dan para orantuanya cuma cengar-cengir saja (lha gimana...orang pada basah, daripada sakit hayooo...).

Sekitar jam setengah empat snowflake mulai turun. Anak-anak mulai keluar lagi maen ujan salju dan lemar-lemparan bola salju. Ifa, Dina dan Oci, yang sebelumnya jagain anak-anak mulai main tobogan. Anak-anak yang udah rada kering, mulai basah lagi...

Setelah puas sekitar jam setengah lima-an, kita siap-siap pulang. Butuh 20 menitan untuk ganti pakaian di tengah suasana anak-anak yang udah kecapean dan kedinginan. Akhirnya, jam 5 kita turun. Jalanan mulai gelap dan gerimis. Sepanjang perjalanan pulang anak-anak kembali mengoceh tak henti-hentinya padahal para orangtuanya sudah cukup tepar. Ifa lalu mengacungkan tangannya ke arah Fikhar, pura-pura memegang remote control. Fikhar terheran-heran dan bertanya,"What are you doing?" Dijawab Ifa,"I'm pressing the pause button." Tanpa ragu-ragu dijawab lagi sama Fikhar,"Oh, no...that's the rewind button."

Di bawah kita sempat berenti sebentar di desa persis di kaki gunung, karena kanvas rem mobil yang dipake Erik berbau gak enak. Tips penanganannya mudah: cuma disiram air dan ditunggu sepuluh menit.

Malam itu kita semua makan ayam Nandos di Boxhill. Ifa makan kuskus favoritnya dan anak-anak makan ayam panggang. Semua keliatan heppy, walaupun jalannya agak tertatih-tatih karena lelah dan pegel-pegel akibat maen tobogan.

Pukul 9 malam, Darlington gank sudah sampai rumah. Cape tapi senang.

----------------------------------------

* Tobogan = papan luncur. Bentuknya ya seperti papan. Terbuat dari plastik atau fiber. Besarnya sekitar 1.20 x 50 cm. Di bagian depan ada tali panjang, seperti kekang kuda. Di kiri dan kanan depan ada tali pendek, layaknya handle. Penggunaannya, bisa didudukin atau dipakai berdiri seperti skateboard. Tali kekang berguna sebagai kendali dan penjaga keseimbangan. Sewanya $8 sehari-semalam.