Oct 21, 2008

Fikhar 7 tahun

Hari ini Ranu Fikhar Sjahrazad ulang tahun ke-7. Selamat ya mblong, semoga semua mimpi-mimpimu terwujud. Semoga makin sayang sama adek. Semoga makin baik sama kawan-kawan. Semoga terus jadi anak yang riang dan murah senyum.

(dulu)

(sekarang)

Oct 20, 2008

Surprise!

Senin siang, Darlington dapat kejutan. Tete datang! Sama sekali tanpa pemberitahuan. Eyang gembira bukang kepalang. Ifa, yang sejak lama sudah menduga, tetap tertegun juga menyaksikan kehadiran Tete, dan cuma bisa bilang "I knew it.. I knew it..." berulang-ulang. Raeka jejeritan dan langsung minta gendong. Sampai Eyang cemburu, karena waktu Eyang datang Raeka terkesan tak bersemangat. Fikhar yang dijemput Tete pulang sekolah tertawa riang. Dia tau ulang tahunnya yang ketujuh, yang datang esok, bakalan meriah dan banyak hadiah.

Oct 9, 2008

Crash!

Subuh tadi, waktu sedang antar koran, Camry nabrak mobil di depan Brunetti. Lumayan keras. Bagian depan kiri cukup parah, sampe rodanya nyangkut. Kap depan agak terangkat, dan mesin mobil gak bisa distater. Padahal baru aja dua minggu lalu semua urusan mesin beres. Dan, baru hari selasa kemaren, starter-nya diganti yang baru. Mobil yang tertabrak, rusak bagian samping kanan depannya. Rodanya juga nyangkut. Tapi mesinnya masih bisa nyala. Pelajaran penting: Segera daftar asuransi waktu beli mobil.

Yang bikin tentram hati, semua kawan datang membantu. Erik dan Vince bantu menuntaskan antaran koran rute Drummond dan Leicester. Omar dan Belly bergantian menemani menunggu kedatangan towing truck. Nick, Rob, dan Vidi (para penguasa Gudang) kasih support lewat telpon dan urus pengaturan mobil buat ngoran. Kiki bantu antar jemput Fikhar ke sekolah. Bahkan, tetangga depan yang kerja di bengkel, ikut bantu periksa kerusakan dan kasih estimasi biaya perbaikan.

Ifa, meski awalnya shock, segera bisa menenangkan diri dan menguasai keadaan. Mental tahan banting dan pantang menyerahnya segera bangkit di saat krisis. Fikhar juga sangat supportive, ikut menenangkan ibunya waktu masih shock. Raeka juga turut menolong: bergembira ria sepanjang hari. Dan, untung ada Eyang, yang tanpa lelah main sama para gemblongs dari pagi sampai maghrib.

Hari ini, camry sial lagi. Tapi kami juga diingatkan kembali, banyak sahabat, kawan dan kerabat, juga tetangga yang selalu hadir dan membantu di saat-saat sulit seperti ini.

Oct 6, 2008

Idul Fitri

Rabu, 1 Oktober 2008 disepakati oleh pengurus PBrunswick sebagai hari pelaksanaan Shalat Eid di Melbourne University. Sudah puluhan tahun PBrunswick (pengajian mahasiswa Indonesia di daerah Brunswick), bertempat di Melbourne University, menyelenggarakan tradisi shalat dan halal bihalal warga muslim Indonesia yang tinggal di sekitar Melbourne City dan Inner Suburb. Kali ini yang dikorbankan sebagai koordinator tak lain tak bukan, Rifqi Assegaf alias QQ. Dampak langsungya, Darlingtonian yang memang juga pengurus pengajian makin tercebur dalam persiapan lebaran kali ini. Ifa dengan dukungan penuh dari Eyang yang sedang berkunjung ke Darlington, bahu membahu dengan tim konsumsi menyiapkan hidangan tradisional lebaran untuk 1000 orang. Rival ngurus transportasi untuk belanja perlengkapan shalat jamaah dan makan-makan. Untuk itu, kita juga nyewa mobil van raksasa buat ngangkut segala macam makanan, barang, sound system dan juga panitia.

Selain makanan yang dibawa panitia, banyak keluarga dan mahasiswa juga secara bergotong royong membawa makanan untuk dinikmati bersama-sama. Jumlah yang dianjurkan maksimal setara dengan porsi 30 orang. Jenisnya bisa macam-macam, tapi yang utama adalah: Opor, telur balado, sambal goreng ati, rendang dan sayur labu. Untuk minuman, yang disediakan oleh pantitia adalah air putih. Yang dibawa jemaah beraneka rupa, dari jus tropica fruits sampai teh kotak cap botol khas Indonesia. Pemandangan di jalur kedatangan sungguh meriah dan membesarkan hati. Parade jemaah yang datang bergelombang membawa makanan, jalan berbondong-bondong dengan busana segar-meriah dihias raut wajah yang memancarkan kegembiraan. Membikin suasana perayaan Idul Fitri serasa tak di negeri orang.

Di Darlington, proses menuju lokasi perayaan, sesungguhnya tak berjalan mulus. Rival, dan para pekerja koran yang muslim lainnya, tetap harus mengantar koran. Untuk hari itu, mereka sudah harus datang lebih awal, pukul 3 pagi, sehingga bisa selesai kira-kira pukul 5 subuh. Sayangnya, pada malamnya Rival masih harus bantu ngetes sound system di Darlington sampe pukul 11.30, jadi agak terlambat tidur. Alhasil, pagi itu Rival memecahkan kaca jendela pelanggan di 21 Queensberry. Di rumah situasinya tak kalah heboh. Ifa, Eyang dan Fikhar sibuk membujuk Raeka yang sedang nangis-rewel karena gak mau pakai baju batik yang dibawa Eyang dari Jakarta. Fikhar, yang selalu sabar di saat krisis, tak putus asa merayu adiknya untuk mau memakai baju itu. Bahkan dengan lembutnya berusaha memakaikannya, meskipun sang adik terus mengelak dan menolak.

Untungnya, ketika Rival sudah siap, Raeka berhasil diyakinkan oleh Ifa untuk pakai baju batik yang imut itu. Sehingga, Darlington gank bisa berangkat juga sebelum jam 7, tak lupa menenteng rendang ala bu Hasan dan Opor ala Ifa. Sampai kampus suasana sudah ramai. Di luar maupun di dalam sport centre, tempat acara berlangsung, sudah dipenuhi orang-orang yang sibuk bercengkerama, bersalaman dan saling mengucap maaf. Di jalur menuju ruang shalat di lantar dua, orang-orang juga antre membayar zakat. Anak-anak berseliweran di antara para jemaah ini. Termasuk Yazi, Victra dan Dhafin kawan dekat gemblongs. Fikhar dan Raeka otomatis bergabung dengan jemaah krucil ini. Eyang dan Ifa langsung menuju area hala bihalal dan makan-makan di halaman belakang. Di sana, telah terhampar 10 meja makan panjang dan belasan petugas konsumsi yang sedang mengatur hidangan. Cuaca yang hangat dan semilir angin sejuk menambah semangat para panitia yang sedang bekerja mempersiapkan acara.

Shalat Eid mulai sekitar pukul 07.45 ADT. Ruangan hall basket ball itu penuh dengan jemaah yang khusu. Khatib Eid untuk tahun ini adalah Ust. Nu'im Khaiyat, penyiar ABC chapter Indonesia, yang sudah puluhan tahun tinggal dan jadi tetua warga Indonesia di Melbourne. Dengan aksen dan ritme Melayu-Deli yang kental plus baju kuning yan menyala, Ust Nuim menyampaikan khotbahnya dalam bahasa Indonesia, dan pada bagian akhir dirangkumnya ke bahasa Inggris. Kira-kira pukul 8.40 jemaah sudah menuju ke area halal bihalal sambil saling bermaaf-maafan. Fikhar baru bergabung lagi dengan Ifa dan Eyang pada saat menjelang acara makan ini. Sebelumnya dia shalat dekat Yazi dan Dhafin.

Sepanjang para orang tua menikmati makanan, anak-anak tanpa kenal lelah lari-lari, naik turun tangga, adu cepat merayap di atas matras dan teriak-teriak bak burung gagak kalap. Entah pada akhirnya mereka sempat makan secara memadai atau tidak. Yang pasti hari itu mereka turut merasa gembira dan bersuka cita merayakan hari raya.

Seluruh acara berakhir kira-kira pukul 10.30. Selesai beres-beres kurang lebih 11.30. Makanan masih banyak yang tersisa, minuman apalagi. Panci-panci dan wadah makanan yang harus dicuci juga sudah menunggu dengan setia. Barang-barang pinjaman; tikar, sound system dan Van sewaan juga mesti segera diantar. Meskipun jadi rombongan yang paling akhir, Darlington gank untungnya bisa langsung pulang, karena tugas sudah tuntas. Eyang yang sudah menunggu dengan sabar akhirnya bisa segera beristirahat. Hanya Fikhar dan Raeka yang tetap ngotot mau main ke rumah Yazi-Victra. Walaupun Ifa sudah bilang mereka harus istirahat mereka terus bilang "we're not tired" berulang-ulang. Untungnya, tak sampai 5 menit mobil jalan, dua gemblongs itu sudah jatuh terlelap tanpa suara.

Sep 23, 2008

8th

It is our 8th anniversary today...!


Sep 16, 2008

5 Keuntungan Tambahan

Ada keuntungan tambahan sebagai pengantar koran:

1. Koran gratis. Kalau mau, tiap hari bisa bawa pulang semua harian yang beredar di Melbourne; The Age, Herald Sun, Australian, Financial Review, Sing Tao (Chinese), Neos Kosmos (Greek), Il Globo (Italian), dan satu koran Arabic. Saya biasanya bawa 2 koran saja The Age dan Herald Sun.

2. Majalah gratis. Setiap minggu, majalah-majalah yang nggak laku di toko-toko dikembalikan ke Agen distribusi untuk di data dan kemudian dibuang. Biasanya, para pengantar koran 'mungut' majalah-majalah ini sebelum diangkut ke pembuangan. Ada banyak jenis dan ragamnya. Dari yang isinya gossip, masakan, mobil, life style, sports, science, current issues, kesehatan, design, home and garden, yang porno sekali dan agak porno, hobbies, sudoku & TTS, majalah anak-anak, sampai majalah-majalah yang tidak reguler, seperti Majalahnya-The Age. Yang dibawa pulang ke Darlington biasanya, The Economist, Majalah Gossip, Time (jarang ada), Discovery, National Geography, Food Magazines, Home and Garden, dan majalah anak-anak (Dora, Strawberry Shortcake, dll).

3. Hapal seluk beluk jalanan. Karena tiap hari kelalang-keliling nganter koran, dan kadang-kadang iseng ngubah jalur antaran biar gak bosen, para tukang koran jadi hapal betul alamat dan jalan-jalan tikus. Terutama di radius 'round' antarannya. Khusus untuk para pengantar missed (rumah yang lolos dari antaran reguler; bisa karena lupa, dicolong orang atau pemilik rumah gak berhasil nemuin karena si koran ngumpet di semak-semak), biasanya hapal jalan-jalan di hampir semua rute koran. Mulai minggu depan, tiap hari minggu, saya akan bertugas sebagai missed deliverer.

4. Olahraga pagi. Ada 5 cabang olahraga utama yang dilakoni tukang koran: (a) Angkat beban, saat loading koran; (b) Ketangkasan menyetir mobil, terutama parkir paralel, mundur di gang sempit, putar U di jalan besar; (c) Lari sprint, ketika koran yang diantar harus masuk ke dalam mailbox atau kolong garasi; (d) Lempar rolled, ada empat sub cabang, Atap Mobil, 45 Derajat, Sisi Kanan, dan Turun-mobil-lantas-lempar; (e) Lempar Wraps, sub cabangnya Lempar ke kolong, Lempar ke Depan Pintu, dan Lempar se-Jauh2nya. Khusus untuk petugas Subbies dan return, yang nganter ke toko-toko dan ngambil sisa koran, ada cabang tambahan, angkat-dorong, yakni mengangkat puluhan bulk koran dan mendorongnya dengan troley.

5. Latihan empati dengan pekerja subuh lainnya; cleaner, barrista cafe, tukang sampah, tukang sapu jalan (pake mobil), Satpam, dan para tukang angkut.

Sep 8, 2008

Belajar Baca Al Quran

Om Kiki jadi favorit anak-anak sejak beberapa minggu terakhir. Sejak dia jadi pendongeng kisah nabi-nabi dan sejarah agama Islam di acara mingguan belajar baca Quran untuk anak-anak. Bagi orang dewasa, terutama kawan-kawannya dekatnya, Om Kiki punya track record yang kurang memuaskan sebagai pencerita, penggosip apalagi pendongeng. Padahal bila dilihat dari kriteria utama tukang cerita, sesungguhnya dia memiliki semuanya: passionate, value oriented dan great sense of humors. Kekurangannya cuma satu, yang sayangnya sangat mendasar: ia pelupa. Sehingga, dalam banyak situasi ketika ia tengah antusias bercerita dan pendengar mulai terhanyut, sekonyong-konyong hening datang, cerita terputus dan ketegangan menunggu kilmaks berganti dengan rasa jengkel sekaligus penasaran bukan kepalang. Namun, lama kelamaan, yang justru ditunggu-tunggu dari Kiki-bercerita adalah momen anti-klimaks itu sendiri, yang pada akhirnya jadi trade mark orisinilnya.

Di acara Taman Pengajian Al Quran mingguan ini, sesi "Om Kiki Bercerita" diletakkan di akhir acara. Sebagai sesi yang ditunggu-tunggu oleh anak-anak. Terutama Raushan dan Raeka fans beratnya. Pembukaan TPA adalah shalat maghrib berjamaah yang langsung dilanjutkan dengan makan malam bersama dengan menu special bikinan tuan rumah yang dapat giliran. Setelah itu, baru masing-masing anak akan memegang juz 'ama dan belajar membaca Al Quran dengan panduan guru khusus atau orang tua yang ikut bergabung hari itu. Nah, tugas Om Kiki adalah pasca semua acara tersebut berlangsung. Om Kiki tetap masih sering lupa dengan detail dan alur cerita, bedanya para pemirsa cilik ini tak sedikitpun terganggu dengan itu, terhanyut passion Om Kiki mengisahkan sepak terjang nabi-nabi sepanjang zaman.

Rutinitas mingguan ini sudah berlangsung kira-kira tiga bulanan. Lokasinya bergiliran di rumah-rumah peserta belajar. Peserta utamanya adalah: Yazi, Izzat, Fikhar, Victra, Raushan, Raeka dan Rasha. Ada mahasiswa-mahasiswa yang menjadi sukarelawan mengajar Taman Pengajian Al Quran di area kampung Indonesia di northern suburb. Untuk grup ini, pengajarnya Mba Daan. Kalau dia sedang berhalangan mengajar, para orang tualah yang bertugas menggantikan. Beberapa minggu belakangan, para orang tua yang lebih banyak berperan.

Acara mingguan ini sekaligus jadi ajang kumpul-kumpul, gosip dan makan-makan bagi para orang tua. Kadang yang lebih bersemangat dan sibuk menyambut hari H adalah mereka. Sejak pembukaan TPA di rumah Uni Dina, hidangan yang disajikan langsung nyangkut di standar tinggi. Hari itu, semua peserta menyantap soto betawi ala Howson Street. Acara di Darlington baru berlangsung satu kali, dengan menu utama Iga Garang Asem ala Tumifa, yang langsung terkenal kelezatannya seantero melbourne northern inner suburb, sampai menjadi menu andalan pengajian PBrunswick menjelang Ramadhan kemarin.

Kiki dan Oci, di rumahnya yang baru di Blyth, menghidangkan ayam bumbu balado ijo ala Oci. Baim dan Nana tak kalah seru, menyajikan hidangan jepang + korea. TPA terkini berlangsung di rumah Uni Dina, sekalian buka puasa bersama, dengan sajian andalan Soto Padang plus macam-macam penganan pembuka.

Alhasil, acara TPA ini memang jadi multiagenda. Sambil anak-anak belajar agama dan Al Quran, para orang dewasa mengasah kepekaan sosial melalui gosip-gosip mutakhir dan memanjakan lidah dengan makanan yang sedap dan beraneka rasa.

Sep 1, 2008

Ramadhan di Musim Semi

Ramadhan datang hari ini, persis bersama pembukaan musim semi. Kembang sakura, di sepanjang pedestrian kampung coburg, mekar berbunga menyambutnya. Ini kali pertama, sahur tanpa iringan adzan subuh dan ocehan para pelawak/ustadz di televisi. Santapan sahur pembuka: kambing panggang kiriman kawan, Iga garang asem ala Ifa bawaan pengajian dan juz apel segar. Kami berdua saja. Fikhar dan Raeka masih lelap, agak kelelahan. Kemarin mereka pergi sampai malam, ikut pengajian dan nonton Ibunya menari saman di Festival Indonesia.

Sepulang dari sekolah, Fikhar bilang bahwa dia puasa seharian, dan protes kenapa dia dibekali makan siang. Ini kali pertama juga Fikhar puasa penuh, sampai maghrib tiba. Buka puasa pertama diisi dengan hidangan es buah peach-lecci, pizza tipis kering dan kambing panggang ala Ifa. Khusus untuk Fikhar, ada telur dadar kesukaannya. Raeka yang juga sudah ribut menjelang buka puasa sudah siap-siap dengan dua telur rebus bulat favoritnya. (Saat sedang asyik berbuka, datang satu nampan besar daging kambing dan ayam panggang dari tetangga Lebanese depan rumah. Ifa langsung gelisah: gimana ngabisinnya dan gimana ngebalesnya!)

Ramadhan datang syahdu di sini. Dihias semarak sakura musim semi. Teriring doa dan salam dari Darlington untuk orang-orang tersayang di tanah air...

("Selamat Menjalankan Ibadah Puasa!")

Aug 25, 2008

Jalan-jalan Bersama Eyangs

Ini beberapa foto selama Eyangs berlibur 2 minggu di Melbourne, 5-17 Juli 2008.


(Botanical Garden)

(Naik Kereta Kuda di City)

(Mt. Gweniere)

Garage Sale di Darlington


Sabtu pagi sampai sore, di tengah gerimis dan terik matahari yang bergantian, berlangsung garage sale di Darlington house. Semua barang peninggalan mantan penghuni Darlington, ditambah barang-barang Indomelb yang disimpan di gudang mba Khuldi, plus seluruh isi ex rumah Ibeth di jual di sini. Dari tempat tidur IKEA sampai gayung plastik. Dari yang harganya $50 (fridge) sampe yang "ambil aja sebanyak-banyaknya" (perlengkapan dapur).

Yang jualan makanan sarapan pagi lumayan banyak. Ibu-nya Kanti-Omar, yang sedang berkunjung untuk menemani anaknya yang sebentar lagi melahirkan, jual lontong sayur ala padang, $4 pake telor. Zubeth bikin bubur kacang ijo, bayar se-relanya. Rifki Akbari buat nasi udang balado untuk makan siang. Ada juga yang jualan spring roll $3/4 buah. Gak heran, pengunjung udah ramai sejak pagi-pagi. Sambil sarapan, belanja barang. Suhu 6 derajat tak menghalangi kegembiraan orang-orang hari itu.

Siangnya, ketika transaksi sudah mulai mereda sebagian pengunjung berdiskusi tentang masa depan organisasi Indomelb di halaman rumah. Gerombolan krucil yang datang juga cukup banyak, dan mereka semua --seperti biasa-- menjadi penguasa area dalam rumah. Fikhar dan Raeka luar biasa senang hari itu, sudah lama mereka bermimpi mengadakan garage sale di rumah sendiri.


Seluruh acara hari itu selesai sekitar pukul 3an. Hasil penjualan barang cukup lumayan. Para penjaja makanan tersenyum senang. Para pengurus dan simpatisan Indomelb pulang dengan banyak gagasan dan mimpi baru. Teman-teman dekat (kel. Assegafs dan kel. Dina) masih lanjut bercengkerama sampai pukul 5. Sekalian merencanakan perjalanan ke Carribean Market esok harinya.

Aug 22, 2008

Working Visa, 15 Menit Saja...

Sepulang dari ambil upah mingguan, saya tiba-tiba terpikir untuk mulai mengurus working visa. Sebetulnya tidak ada kebutuhan yang mendesak untuk mengurus itu sekarang. Sebab, kerjaan yang sekarang juga gak menuntut buruhnya untuk punya working visa dahulu. Apalagi di kontrak ada aturan yang bilang bahwa Ausaid student awardee hanya bisa dapat visa kerja bila sudah menjalani satu semester dengan prestasi baik dan dapat surat ijin dari universitasnya. Kerumitan birokrasi yang cuma bikin tambah malas. Buat Ifa, visa kerja memang agak berguna, karena bisa jadi tambahan amunisi untuk banyak urusan yang berkaitan dengan benefit dan segala macam potongan (child care, after school care, dan care-care lainnya).

Menjelang sampai di rumah, sekonyong-konyong hp menyalak tanda sms datang. Rupanya Uni Dina: "Val, udah tau blm hr ini bs bkn workg visa d kampus?". Pesan pendek yang bikin gairah hidup bangkit. Wah, kebetulan be'eng... Berarti kan ga usah ngurus dengan prosedur yang panjang. Segera aja kasih tau kabar ini ke Ifa, dan rencana hari itu langsung bergeser: Ke kampus dulu bikin working visa dan bayar bill listrik di kantor pos, terus jemput Raeka di Moreland Kindergarten, and lantas cari pohon bunga $2 di perapatan moreland, terakhir baru jemput Fikhar di sekolah.

Ifa sebetulnya agak merasa berat untuk jalan-jalan ke luar rumah. Sudah dua hari ini dia gak enak body. Badannya lemes terus dan kepalanya sakit gak karuan. Apalagi hari ini dinginnya luar biasa menyengat. Mungkin menjelang penutupan winter, jadi si angin dari kutub menyerang daratan secara jor-joran. Tapi, dengan semangat Darlingtonian, Ifa memantapkan hati dan menguatkan kaki melangkah ke kampus Parkville. Sampai kampus untungnya langsung dapat tempat parkir gratis 1P, alias satu jam saja. Langsung aja kami berdua menuju International Center.

Sampai lokasi, ternyata sepiiii sekali. Hanya ada tiga orang di sana, semuanya pegawai imigrasi. Yang seorang menyapa kami dan memberi petunjuk proses mendapatkan working permit visa: Pertama-tema isi form 157A, untuk family (student and spouse) cukup satu form saja. Setelah itu serahkan formulir ke pegawai yang menginput data. Karena Rival mahasiswa yang dibiayai Ausaid, kami tidak perlu mengeluarkan $60 untuk biaya administrasi. Habis itu, dalam waktu 15 menit, paspor kami berdua sudah diisi dengan sticker visa yang baru. Ya' betul! Limabelas menit saja. Ifa, yang sebelumnya lesu dan agak murung, sontak mendadak sumringah ketika melihat sang pegawai perempuan yang mengisi data menyatakan bahwa urusan kita sudah tuntas saat itu juga, tak perlu tunggu kabar apapun lagi.

Mungkin karena sudah terbiasa dengan birokrasi yang lelet dan penuh curiga, kami berdua jadi senang luar biasa dapat perlakuan seperti itu. So, kita segera telpon Kiki and Oci untuk kasih berita/informasi itu. Sayangnya, Kiki gak dapat perlakuan yang serupa dengan kami. Dia diharuskan menunjukkan surat ijin dari universitas. Uniknya, surat itu tak jadi syarat buat urusan visa kami. Ternyata, sisi "tak konsisten" birokrasi masih muncul juga di sini.

Aug 18, 2008

Indonesian Day at Moreland Primary School

Dalam rangka Indonesian Day, Moreland Primary School (tempat Fikhar and Raushan sekolah) menyelenggarakan special assembly. Sekolah ini memang getol merayakan keberagaman budaya. Terutama karena paling kurang ada 35 bangsa yang jadi murid di sekolah ini. Penampil utamanya adalah Saman Dancer Indomelb plus orang tua murid Indonesia, termasuk Ifa dan Oci.

pre-performance

Awalnya Ifa ragu untuk ikutan tampil, tapi akhirnya setelah ikut latihan pertama di Parkville, dia jadi semangat untuk bergabung. Hanya ada waktu dua minggu untuk latihan. Beberapa dari mereka sudah pernah tampil di acara-acara lain di Melbourne. Jadi hanya yang baru-baru saja yang mesti menghapal gerakan dan lagu yang harus dinyanyikan.

Selama latihan Raeka selalu ikut nonton. Setelah ikut 3 kali latihan dia sudah mulai hapal lagu yang didendangkan oleh para penari. Di rumah dia mulai sering banget nyanyiinya... "Salamualikum kami ucapkan/para undangan yang baru tiba/karena salam nabi kan sunnat jarota mummat tanda mulia...". Dia bahkan udah bisa mengikuti beberapa gerakan tarinya, tentunya dengan muka yang lucu. Alhasil selama seminggu terakhir, suara dia dan Ifa yang lagi menghapal lagu, mengisi rumah Darlington dengan nuansa dan alunan saman.

Latihan terakhir di rumah Darlington, hari minggu siang kemarin. Semenjak pagi Ifa udah siap-siap masak siomay. Hari itu juga pas 17 Agustusan, jadi sebagian warga Indonesia upacara dan makan-makan di Konsulat Jenderal dahulu. Sekitar jam 2an, ketika Rival lagi asyik tidur siang, para penari udah mulai berdatangan. Jam 3an mereka mulai menari di ruang tengah, ditonton dengan histerical oleh sejumlah anak-anak (Raushan, Izzat, Ayu, Amel, Rasha, Fikhar and Raeka). Karena hari terakhir sebelum acara, kali ini mereka latihan sampai menjelang malam. Suasana rumah Darlington jadi meriah.

D-Day

Pagi-pagi, para penari udah kumpul di Moreland PS, untuk pakai kostum dan dress rehersal. Sekitar jam 9.10 murid-murid, guru-guru dan para orang tua mulai kumpul di Assembly Hall. Ayu dan Amel (anak-anak Dwie dan Ika) yang bertugas sebagai mc mulai mengumumkan acara Special Assembly hari itu.

Setelah Australian Anthem, dikumandangkanlah Indonesian Anthem yang sudah disiapkan oleh Tim Indomelb (Zubeth dan Fabian). Bendera Merah Putih juga dikibarkan di pagar lantai atas. Ada rasa haru dan bangga juga mendengar Indonesia Raya di negeri seberang.

Usai Indonesia Raya yang cukup membangkitkan suasana, Saman Dancer menampilkan rangkaian tariannya. Saman Dance terdiri dari beberapa set gerakan. Yang ditampilkan kali ini ada 5 set. Di antara tiap set selalu ada jeda, yang memberikan kesempatan kepada penonton untuk memberikan tepuk tangan gemuruh. Terlihat sekali para murid-muri SD dari berbagai bangsa itu terbengong-bengong kagum dengan tarian yang disajikan. Guru-guru dan orang tua yang hadir juga kelihatan antusias dan tercengang-cengang dengan kekompakan dan semangat para penari. Latihan yang hanya lima kali ditutup dengan performance yang luar biasa dari para penari.

Setelah Saman yang bikin heboh ruang Assembly, ada penampilan dari Indonesian Choir asuhan Mba Amelia. Penyanyi gabungan antara anak Indonesia dan anak-anak bangsa lain. Ada dua lagu yang dinyanyikan; "Sorak-Sorak Bergembira" dan "Rasa Sayange". Lagu pertama untuk memperingati Kemerdekaan Indonesia, lagu kedua disebut sebagai "the famous Indonesian folk song". Sepertinya ini bagian dari upaya sistematik untuk reclaiming lagu "rasa sayange" yang sempat diklaim sebagai lagu rakyat Malaysia.

Special Assembly usai sekitar jam 10an. Para penari kemudian berfoto-foto dengan para murid dan guru. Juga dengan murid-murid para orang tua warga Indonesia yang hadir hari itu. Ifa kelihatan puas dan gembira, walaupun ada gurat lelah juga di mukanya.

Sudah lama Darlington gank tak merayakan 17 Agustusan. Terutama karena hari itu sering kehilangan maknanya bila melihat nasib bangsa dan tanah air saat ini. Hari ini kami peringati 17an dengan khusu' dan gembira bersama bangsa-bangsa lain di negeri bawah angin. Dirgahayu Republik Indonesia...

Aug 16, 2008

Fikhar's Hobbies

This is a list of Fikhar's 21 most favourite hobbies:
1. Playing with the computer
2. Watching television
3. Playing with toy cars
4. Going to the beach when its summer
5. Playing in the snow in winter
6. Playing with my friends in my school; Dhafin, Jonah, and Jie
7. Playing with Raeka
8. Going to the movies
9. Playing with Yazi and Victra
10. Shopping with Tete
11. Playing in the park and swimming
12. Eating omelette
13. Going somewhere, like DFO (Direct Factory Outlet), Barkly Square and High Point
14. Being in my house because our house number is 14
15. Going to school
16. Going to Pengajian
17. Having a garage sale
18. Playing with my scooter
19. Reading books
20. Drawing
21. Having my birthday because my birthday is on 21st of October!!!

Aug 4, 2008

Dito Pulang...

Dito akhirnya pulang ke Jakarta, Rabu 23 Juli lalu. Setelah tertunda-tunda karena nilai ujian, akhirnya semua urusan beres sudah. Sejak senin Dito kami paksa nginep di Darlington. Supaya hari terakhirnya di Melbourne ada di rumah, bukan di kos. Dito juga menyambut dengan senang, alasannya sederhana: biar bisa tidur di kasur empuk dengan hembusan semilir angin hangat dari heater. Fasilitas dasar yang gak ada di apartemennya yang mewah di pusat kota.

Selasa pagi, Dito ikut ngoran. Nostalgia terakhir sebelum hengkang. (Dito dan Rival adalah dua orang yang sangat fanatik dengan pekerjaannya sebagai tukang koran. Mereka bisa ngobrol soal teknik melempar dan membahas alamat rumah selama berjam-jam dengan penuh antusias.) Waktu di gudang koran, Dito juga sekaligus pamitan dengan kawan-kawan sesama buruh pengantar koran. Tak lupa juga dengan Nick sang majikan.

Setelah loading, pagi itu, Dito bertindak selaku driver/pelempar dan Rival co-driver/penyelip ke mail box. Sepanjang ngoran tak habis-habisnya mereka berdua saling memuji teknik lemparan dan berbagi kisah pengalaman ngoran. Kalau saja ada candid camera, pasti suasana di cockpit camry itu sungguh aneh mengharukan: dua pria dewasa, suah menikah, umur 30an berbincang dengan girangnya tentang hal yang membosankan, saat subuh di tengah dinginnya winter.

Pada situasi itulah terjadi insiden tak terduga. Di rumah No. 163 Drummond St. Dito berhasil melempar age, fin dan sun rolled dengan sukses, diiring decak kagum Rival. Setelah itu giliran rumah No. 169, dengan semangat dan tanpa keraguan Dito menambatkan mobil dengan posisi menceng ke kiri di depan rumah itu. Lantas dengan sepenuh hati dan sekuat tenaga menyambit age rolled dengan kencang ke arah pintu berwarna hijau. Saat menanti momen jatuhnya si koran, selintas kami berdua melihat sekelebat bayangan orang di pintu itu, berusaha menangkis koran yang meluncur deras dari tangan Dito. Jantung kita berdua sontak berhenti: wadaw, ternyata ada sang penghuni berdiri di depan pintu, sedang bersiap bawa anjingnya jalan-jalan pagi.

Bapak tua itu kontan berteriak marah sambil mengacung-ngacungkan tangannya yang sedang memegang tali kekang anjingnya. Samar-samar terdengar "how dare you... Do you want to kill me.. You've ...", gelegar marahnya segera menghilang di tengah pagi buta, sebab dengan tangkas bergegas Dito tancap gas pergi dari rumah itu, sambil mengangkat tangan dan mengucap "sorry sir...sorry...". Dengan jantung masih deg-degan, mereka melanjutkan antar koran pagi itu. Buat Dito, ini penutupan antar koran yang sangat berkesan. (Keesokan paginya ada notes dari Nick di lembar list pelanggan, "Be careful with 169 Drummond st. You hit the man yesterday, and broke the garden light on the weekend.")

Pulang ngoran, mampir dulu ke apartemen Dito di city. Ambil kunci dan ambil pakaian ganti. Di sana kenalan dengan penghuni baru pengganti Dito. Namanya Mulpi, anak Indo lulusan IPB yang udah dapet PR. Habis itu balik ke Darlington.

Menjelang sore Rival and Dito ke Cauffield, ambil pesanan Ika, yimca sedap buatan Mba Ati koki restoran Nusantara. Sambil menuju coburg, jemput Aria (PSHK) dulu di QV Mall di city. Aria lagi dateng ke Melbourne menemani rombongan hakim-hakim Mahkamah Agung. Di sana ternyata ketemu Mulpi juga yang lagi belanja di safeway. Alhasil, kita berempat beranjak menuju Darlington, untuk berkumpul bersama yang lain dalam rangka melepas kepulangan Dito ke Indo.

Sampai Darlington udah ada Kiki and Oci. Gak lama dateng Erik, Mayada and Belly (adik Mayada yang baru sampe di Melb). Baim juga kemudian dateng sama Izzat. Disusul Omar dan Kanti yang bawa hadiah action hero buat dibawa pulang sama Dito. Kami semua makan malam pasta buatan Ifa, plus pizza halal yang diantar. Malam itu malam terakhir Dito di Melb, dan menjelang bubaran dia dapat informasi paling meaningful sepanjang pertemanan kita: Baim adalah aktor dibalik jubah "Kapten Perkasa" di acara Bursa Komedi awal 90'an.

Rabu subuh Dito udah bangun, tapi dia gak ngoran lagi pagi itu. Sebab masih harus packing beberapa barangnya. Usai Rival ngoran dan sarapan, Rival dan Dito berangkat ke Tulamarine Airport dengan camry. Mampir sebentar ke Brunswick Rd jemput Kapten Perkasa di rumahnya.
Sekitar jam 10.30 sampe di Bandara. Abis check-in sempat ngobrol-ngobrol dulu di luar, bahas rencana Dito di Jakarta, sambil sesekali mengulang kisah pembuatan tayangan "Kapten Perkasa".

Jam 11an, kami melepas Dito di Gate 4. Di perjalanan pulang ke Coburg terkenang cerita pertemanan selama 7 bulan terakhir...

Sampai ketemu lagi Bro! Kami tunggu kedatangannya tahun depan di Darlington...

Tamasya ke Lake Mountain

Akhirnya, Sabtu, 2 Agustus tiba juga. Ifa bangun pagi-pagi sekali, untuk goreng spring roll dan perkedel yang udah disiapinnya sejak Jumat siang. Rival juga bangun lebih pagi, supaya lebih cepet nganter korannya. Ini hari penting, karena kami akan bertamasya ke Lake Mountain. Bersama Darlington Gank ada rombongan Kel. Assegaf minus Nana, Kel. Uda Edi, Kel. Erik plus teman adiknya, Mas Jay, dan tiga dara dari Lang St. (Ika, Najma dan wanita pakistan yang sampe sekarang kita gak tau namanya). Total jenderal semuanya ada 23 orang, nyewa tiga mobil 8 seater.

Jam lapan kurang seperempat, rombongan Darlington menuju ke rumah Uda Edi di Brunswick West. Setelah itu Rival, Uda Edi, and Baim, ke City untuk ambil mobil sewaan. Jam 9.10 semua tim udah lengkap di depan rumah Baim. Sepuluh menit kemudian tiga mobil sudah meluncur menuju Lake Mountain, lewat Eastern Freeway.

Kami semobil dengan Kel. Uda Edi. Fikhar dan Raeka yang udah excited dari pagi, semakin kegirangan sepanjang perjalanan. Tiga anak duduk paling belakang, Yazi, Fikhar dan Raeka. Victra duduk sama Ibunya dan Tante Ifa (Mrs. Lady, kata Yazi) di tengah. Di jalan mereka ngoceh terus gak berenti-berenti. Meski dua ibu-ibu di kursi tengah terus menerus nyuruh para kurcaci ini tidur, tetep aja mereka gak nurut. Ibu-ibu ini juga gak pantang lelah menyuapi anak-anak dengan ransum yang disiapin dari rumah: spring roll, roti sosis, kacang, cokelat dan biskuit. Taktik ampuh supaya ketika sampai perut anak-anak udah lumayan penuh dan bisa langsung main tobogan*.

Selain ngobrol, anak-anak juga nyanyi-nyanyi. Kalau liat lambs lagi merumput mereka langsung nyanyi "Merry has a little lamb". Raeka juga sering berinisiatif nyanyi sendiri. Beberapa lagi dia dendangkan, di antaranya "rain, rain go away..". Kalau udah mulai bosen dan kecapean, mereka juga mulai bertengkar. Dan setelah satu jam perjalanan, Fikhar mulai nyebelin karena gak berhenti nanya berapa lama lagi kita akan sampai.

Setelah sejam setengah, kita berenti sebentar di Healsville. Sebagian ke toilet, sebagian meregangkan badan dan kaki. Kota ini menarik banget. Kecil, teduh dengan jalan mungil yang berkelok-kelok. Agak beda dengan tipikal kota kecil Australia pada umumnya yang kotak-kotak dan agak gersang dengan jalan yang lebar-lebar. Di kota ini juga ada kebun binatang yang cukup besar. Gak heran kalau suasananya ramai dan ekonominya berkembang.

Tak sampai satu jam perjalanan setelah beristirahat, kita sampai di Lake Mountain. Salju sudah banyak di sepanjang sisi jalan 10 km menjelang pos tiket. Hujan juga mulai turun, sayangnya bukan snowflake. Hari ini rupanya banyak sekali pengunjung yang datang. Parkiran di dekat resort sudah penuh, sehingga kita harus parkir 2 km di bawah dan naek shuttle bus ke atas. Anak-anak sudah gak sabaran. Fikhar, Raeka dan Raushan udah mulai maen salju di parkiran itu.

Turun dari shuttle bus, sebagian menuju tempat penyewaan. Untung aja kita udah sewa tobogan dan beberapa boots anak-anak di City kemarennya. Jadi gak perlu antre dan anak-anakbisa langsung beraksi dengan tobogannya. Tanpa peduli bahwa tobogan run-nya masih harus jalan lagi ke dalam, Fikhar dan Raeka dengan girang langsung meluncur dengan tobogan di sekitar parkiran. Raeka keliatan lucu banget dengan balutan baju salju warna purple, pink and hejo, dengan sarung tangan merah and boot coklat. Fikhar pake baju salju juga dengan warna biru muda, juga dengan sarung tangan merah dan boot coklat.

Masuk ke dalam ada tobogan run yang udah penuh orang. Di pinggir run ada perempuan yang teriak-teriak pake toa nyuruh orang-orang dewasa supaya gak jalan di tengah run, "walk on the side, walk on the side...". Fikhar, Yazi, Raeka dan Victra tanpa ragu langsung meluncur di sana. Sayangnya hujan makin deras. Gak lama Raeka udah mulai kedinginan dan kecapean. Dia mulai nangis. Rupanya, setelah di bawa Ifa ke cafe, baru ketahuan kalo kaos kakinya udah basah kuyup. Setelah kira-kira 6 kali meluncur Fikhar juga mulai kecapean. Dia mulai sibuk nyari site untuk bikin snowman.

Setelah dua jam-an, hujan kadang berenti, kadang deres. Akhirnya Ifa dan Uni Dina bawa anak-anak ke cafe. Minum coklat dan makan chips, sambil mengeringkan diri di heater. Mereka semua ngumpul di pojokan, anak-anak nongkrong di atas heater, persis di bawah peringatan "do not sit and put your wet clothes on the heater". Berkali-kali si petugas yang keliling meminta anak-anak turun dari heater, tapi berkali-kali juga mereka kembali nonkrong di sana dan para orantuanya cuma cengar-cengir saja (lha gimana...orang pada basah, daripada sakit hayooo...).

Sekitar jam setengah empat snowflake mulai turun. Anak-anak mulai keluar lagi maen ujan salju dan lemar-lemparan bola salju. Ifa, Dina dan Oci, yang sebelumnya jagain anak-anak mulai main tobogan. Anak-anak yang udah rada kering, mulai basah lagi...

Setelah puas sekitar jam setengah lima-an, kita siap-siap pulang. Butuh 20 menitan untuk ganti pakaian di tengah suasana anak-anak yang udah kecapean dan kedinginan. Akhirnya, jam 5 kita turun. Jalanan mulai gelap dan gerimis. Sepanjang perjalanan pulang anak-anak kembali mengoceh tak henti-hentinya padahal para orangtuanya sudah cukup tepar. Ifa lalu mengacungkan tangannya ke arah Fikhar, pura-pura memegang remote control. Fikhar terheran-heran dan bertanya,"What are you doing?" Dijawab Ifa,"I'm pressing the pause button." Tanpa ragu-ragu dijawab lagi sama Fikhar,"Oh, no...that's the rewind button."

Di bawah kita sempat berenti sebentar di desa persis di kaki gunung, karena kanvas rem mobil yang dipake Erik berbau gak enak. Tips penanganannya mudah: cuma disiram air dan ditunggu sepuluh menit.

Malam itu kita semua makan ayam Nandos di Boxhill. Ifa makan kuskus favoritnya dan anak-anak makan ayam panggang. Semua keliatan heppy, walaupun jalannya agak tertatih-tatih karena lelah dan pegel-pegel akibat maen tobogan.

Pukul 9 malam, Darlington gank sudah sampai rumah. Cape tapi senang.

----------------------------------------

* Tobogan = papan luncur. Bentuknya ya seperti papan. Terbuat dari plastik atau fiber. Besarnya sekitar 1.20 x 50 cm. Di bagian depan ada tali panjang, seperti kekang kuda. Di kiri dan kanan depan ada tali pendek, layaknya handle. Penggunaannya, bisa didudukin atau dipakai berdiri seperti skateboard. Tali kekang berguna sebagai kendali dan penjaga keseimbangan. Sewanya $8 sehari-semalam.

Jul 5, 2008

Eyang Dataaang...

Hari ini, Eyang Ti dan Eyang Lik datang dari Jakarta. Berangkat dari Jakarta kemarin malam dengan Qantas via Sydney. Bersama Eyangs, turut rombongan pesanan Ifa dan anak-anak; cobek, alat pijat, blender, vcd. Eyang juga bawa berbagai titipan dari Pasar Jumat.

Jul 4, 2008

Raeka Belajar English

Raeka lagi aktif-aktifnya berbahasa Inggris. Kira-kira sejak dua bulan lalu, dia mulai ngoceh beberapa patah kata bahasa Inggris. Raeka gak ragu sama sekali melafalkan kalimat bahasa Inggris, meskipun yang terucap tak karuan maknanya. Tidak seperti ayah, yang gampang macet kalo mulai speaking english.

2 minggu belakangan, english Raeka makin jelas lafal dan maknanya. Misalnya, dia dengan fasih mengucapkan "I don't know" dan "You forgot to bring my jacket" di sela-sela obrolan. Yang kadang bikin geli, aksen Raeka Aussie banget. Kata "I" diucapkan dengan mulut yang membulat dan bunyinya terdengar seperti kata "oi". Raeka juga selalu mengucapkan kalimat english dengan gaya yang ekspresif seperti; mengangkat bahu sambil mengangkat kedua lengan terbuka setinggi dada, plus muka "nyebelin", ketika mengatakan "I don't know".

Ketika tadi menelpon Andung di Jakarta, Raeka langsung ngoceh dalam bahasa Inggris. Meskipun malah jadi buat Andung bingung, Raeka terus aja ber-english ria. Sama teman-temannya pun, baik yang Indo maupun yang lokal, Raeka sering berbahasa Inggris. Sama sekali dia gak pusing kalau teman-temanya gak ngerti dan penuh tanda tanya. Di acara UMAC, Raeka bahkan bikin Raushan agak suntuk karena saat mereka duduk berduaan Raeka ngoceh tak henti-henti dalam bahasa Inggris yang lumayan gak beraturan namun dengan nada yang sangat meyakinkan. Plus, aksen aussie-nya yang super kental.

Sebentar lagi, Raeka akan bicara dalam bahasa Inggris sepenuhnya. Dan mungkin akan mulai kesulitan berbahasa Indonesia seperti abangnya. Saat ini, kami sedang menikmati usahanya.

Fikhar Holiday Program

Sejak 30 Juni, sekolah Fikhar sudah mulai liburan semester. Sekolah prekindi Raeka yang dikelola community di Moreland juga menghentikan aktivitasnya. Selama dua minggu, Fikhar akan ikut holiday program, aktivitas untuk anak-anak SD selama liburan. Program ini dikelola oleh pemerintah kota (untuk wilayah kita, dikelola moreland city council), dan diadakan di sekolah-sekolah unggulan di daerah tersebut. Untungnya sekolah Fikhar masuk daftar penyelenggara holiday program, jadi tak perlu pindah tempat untuk ikut program ini.

Tiap anak yang ikut program, boleh datang ke sekolah mulai pukul 08.00 pagi dan paling lambat dijemput pukul 18.00. Setiap hari ada kegiatan utama yang berbeda di sekolah. Fikhar terdaftar untuk 5 hari program, yang dia pilih sendiri. Minggu ini Fikhar ikut 3 hari. Hari Selasa, kegiatan utama Fikhar adalah craft creations. Hasilnya, cermin kecil yang unik dengan dekorasi warna-warni dan hiasan gambar koala. Hari kedua, Rabu, Fikhar membuat lukisan mobil sport dari pasir warna-warni. Dia juga bawa pulang beberapa bahan dan mengajari Raeka membuat lukisan pasir di rumah. Hasil gambar Raeka gorrila berwarna pink.

Hari ini, Jumat, Fikhar berkunjung ke Don Bosco Youth Centre di Sydney Road untuk main trampolin, main billiard, dan bermain-main dengan kelinci. Ada sepasang kelinci di sana; yang putih, betina, namanya Snowy, dan yang hitam, jantan, bernama Blacky. Fikhar senang sekali bisa memangku Snowy, karena bisa mengelus-ngelus dan mengangkat kupingnya.

Senin depan adalah hari yang ditunggu-tunggu Fikhar. Sebab, seluruh anak-anak akan pergi ke Northland untuk menonton film Kung Fu Panda. Sudah beberapa kali Fikhar kepingin nonton bioskop, tapi sampai sekarang belum terwujud juga impiannya. Hari terakhir holiday program untuk Fikhar adalah Rabu. Pada hari ini menu utamanya adalah "cartoon workshop for Kids". Ada presenter khusus yang didatangkan untuk mengisi acara ini, namanya Mark Guthrie. Dia freelance cartoonist terkenal di UK dan Australia. Karyanya termasuk Little Mermaid 2 dan Peter Pan: Return to Neverland.

Untuk ikut holiday program ini, tiap anak tiap harinya harus membayar A$36. Tapi dengan potongan CCB, Fikhar cuma harus bayarA $22 untuk seluruh program.

Jun 29, 2008

Bercengkerama dan Makan Gratis

Ada empat organisasi Indonesia di Melbourne yang kegiatannya paling sering kami ikuti. Semuanya dengan motivasi yang hampir sama: bercengkerama dengan teman-teman Indo plus bonus makan gratis. Anak-anak juga paling seneng kalau ikut acara-acara ini, karena mereka bisa ketemu gerombolan kawan-kawannya.

Yang pertama, PBrunswick alias Pengajian Brunswick. Menurut tetua, ini salah satu organisasi mahasiswa tertua di Melbourne. Konon, salah satu pendiri dan ketua pertamanya adalah Bang Hamid Chalid, mantan direktur PSHK yang pertama. Nama Brunswick dicomot dari nama suburb yang paling padat mahasiswa Indonesianya (terutama yang kuliah di Melb Uni). Brunswick di masa lalu memang dikenal sebagai Kampung Indonesia. Tempat ini jadi incaran mahasiswa Indonesia karena selain jaraknya dekat dengan kampus, daerah ini juga dibanjiri toko-toko makanan halal dan mesjid-mesjid. Sebab, agak ke utara sedikit, Moreland dan Coburg, dihuni oleh imigrant Turki dan Libanon.

Kegiatan PBrunswick, tak berbeda dengan pengajian-pengajian pada umumnya. Setiap akhir bulan, ada ceramah dan diskusi keagamaan yang ditutup dengan makan siang bersama. Ajang ini juga jada ajang silaturahmi dengan permanent residence asal Indonesia yang tinggal di suburb yang sama. Sejak datang, Darlington Gank tidak pernah absen dari pengajian, sampai Rival sempat dicalonkan jadi ketua pengajian karena tingkat kerajinannya. Alhamdulillah wa syukurillah, pengajian tersebut memilih Om Omar, dan luput dari kesalahan fatal.

Selain diskusi, PBrunswick juga jadi penyelenggara rutin Shalat Ied di Melb Uni. Juga mengorganisir Taman Pengajian Anak-anak. Dahulu, yang juga aktif menyambut mahasiswa Indo yang kuliah di Victoria adalah PBrunswick. Kini, tugas itu dilakukan oleh organisasi muda yang lebih luas cakupan kegiatannya, yakni IndoMelb.

IndoMelb, umurnya jauh lebih muda. Kalau gak salah baru terbentuk tahun 05. Awalnya dari mailing list mahasiswa, yang kemudian berkembang jadi terminal kegiatan. Aktivitasnya luar biasa banyak, dari main bola, main catur, main bulutangkis, main gaple, main sepeda, diskusi buku dan film, diskusi agama, club fotografi, club tari, main musik, garage sale, penyambutan an penglepasan mahasiswa, dan lain-lain. Mereka menyebut koordinatornya dengan jabatan Lurah. Yang menarik, anggota yang sudah pulang kembali ke Indonesia, masih tetap tergabung di Milis, sehingga jalinan komunikasi masih terus terjaga dengan baik. Kalau mau tahu lebih banyak, ini situsnya http://www.indomelb.org/.

Organisasi yang ketiga, Melbourne Initiative. Ini kelompok diskusi yang punya cita-cita membangun jaringan kerja dan jalinan pikiran untuk tanah air. Baru berdiri sekitar 2 tahun. Di antara yang ikut membangun adalah Luky Djani dan Windu. Pengikutnya masih terbatas, dengan sistem member get member, kayak amway. Dahulu mereka punya kurikulum diskusi dan rutin bertemu, namun sejak banyak anggota yang pulang atau berpindah lokasi, diskusinya masih belum berjalan sistematis lagi. Diskusi terakhir, bulan april lalu, mendatangkan Mas Hadar Cetro, yang kebetulan lagi mampir di Melbourne. Sebelum itu, sempat juga berdiskusi dengan Ahmad Suaedy, Wahid Institute, tentang kasus Ahmadiyah. Sedikit banyak, ajang ini cukup berguna untuk mengasah kepekaan pikiran dan sosial.

Yang terakhir, UMAC, Uni Melb AusAid Club. Ini, organisasi yang menaungi mahasiswa Asia-Pacific yang dikasih beasiswa oleh AusAid. Kegiatan utamanya adalah membantu mahasiswa berurusan dengan AusAid bila ada kesulitan dengan kuliah dan kehidupan, dan juga kegiatan bersenang-senang. Acara ke Geelong water park lalu, adalah salah satu kegiatan yang digawangi oleh UMAC. President yang sekarang adalah uni Dina, pemilik rumah kos Rival waktu bulan pertama di Melbourne. UMAC juga punya kegiatan nonton film dan lain-lain, tapi kami biasanya dateng ke agenda yang ada makan-makan bersamanya.

(Raushan, Raeka, Salma di acara UMAC)

Empat organisasi ini berisi orang yang itu-itu aja, sebetulnya. Jadi manfaatnya yang utama, tak lain dan tak bukan, adalah untuk melepas lelah, bercengkerama, dan... makan gratis, tentu saja.

Jun 26, 2008

Dua Mata Acara

Dahulu, ada dua acara televisi yang tak pernah kami ikuti dengan sepenuh hati, laporan cuaca dan pidato politik di parlemen. Keduanya punya kesamaan: membosankan dan meragukan. Kini, dua mata acara itu tak jarang kami pelototi, sebab kerap berpengaruh langsung buat kehidupan buruh-buruh di australia dan seluruh penerima santunan negara, termasuk mahasiswa mancanegara.

Informasi tentang cuaca akan membantu para pengantar koran harus pakai kostum apa di pagi buta. Berapa lapis baju yang harus dipakai? Lebih baik berselubung raincoat atau jaket windproof? Perlu bawa sarung tangan atau tidak? Dan yang tak kalah penting, sudah siap mental sebelum berangkat, jadi tak lagi misuh-misuh jika di tengah kenikmatan melempar koran, sekonyong-konyong diguyur hujan dan diterpa angin kutub selatan.

Pengetahuan soal cuaca juga berkait erat dengan rincian jadwal harian dan mingguan. Sejak hujan bisa diperkirakan jamnya, urutan aktivitas juga mesti disesuaikan. Mesti belanja dahulu atau mencuci pakaian. Main di taman usai sekolah atau jalan-jalan ke pertokoan di akhir minggu.

Pengetahuan tentang kebijakan kabinet juga tak kalah penting. Sebab, selain berkait erat dengan hal ikhwal kehidupan material sehari-hari, juga berjalin kuat dengan emosi dan opini yang hembusannya sampai ke pelosok pasar murah dan pojok selasar rumah. Sejak Partai Buruh berkuasa, di bawah komando Kevin Rudd yang simpatik, ada pergeseran bandul kebijakan yang signifikan, dari yang sebelumnya pro pemilik modal besar jadi lebih memihak keluarga-keluarga buruh, imigrant, lingkungan dan penduduk asli.

Gebrakan pertama Kabinet Rudd, tanda-tangan protokol Kyoto. Tindakan itu membuat bangsa Australia boleh mengaku lagi sebagai bangsa yang beradab, karena peduli dengan bumi dan sesama. Meninggalkan dua sobat lamanya, yang masih tambeng, Amerika Serikat dan Botswana. Gebrakan kedua, pada medio Februari, Pemerintah Federal Australia meminta maaf secara resmi pada bangsa aborigin, karena pernah secara sistematis menculik anak-anak mereka guna melucuti sejarah dan kebudayaan asali dari ingatan mereka. Semata-mata agar cara hidupnya "sama" dengan cara hidup bangsa Eropa yang berkuasa. Dalam pidato permintaan maaf di parlemen yang ditonton dengan seksama dari seluruh penjuru negeri, bukan hanya bangsa aborigin yang menitikan air mata, tapi juga semua yang masih percaya bahwa tiap-tiap jiwa-raga yang hidup harus diperjuangkan nasibnya bersama-sama.

Gebrakan ekonomi Kabinet Rudd terjadi bulan April lalu. Anggaran pemerintah yang selama Kabinet Howard dipakai buat insentif kapital dan biaya perang, kini diperuntukkan bagi peningkatan subsidi child care (sehingga perempuan dan keluarga pekerja, tak habis gajinya untuk penitipan anak), baby bonus (insentif untuk keluarga menengah dan bawah bila punya balita), perlindungan buruh dari potensi kesewenang-wenangan perusahaan (jaminan kontrak, upah, dan tunjangan). Tak ayal buruh dan kelas menengah bergembira. Termasuk mahasiswa mancanagera, khususnya yang sembari belajar juga jadi buruh buka-tutup toko di pasar, pengantar koran, tukang cuci piring, pelayan restoran, cleaner kantor-kantor dan pengantar junk mail.

Semua informasi dan kebijakan itu diumumkan dan diperdebatkan di koran-koran dan di televisi. Tak ada beda format dan gaya dengan belahan negeri lain. Yang berbeda hanya respon kami terhadapnya. Meskipun tetap membosankan, informasinya cukup meyakinkan. Dan punya dampak nyata pada kehidupan.

Si Komo Mogok lagi, Mogok lagi

Yah...namanya juga mobil tua...pagi ini mobil kita yang sejak 5 menit yang lalu kita juluki si Komo (thanks Dara for the idea), mogok lagi pas Rival lagi ngoran. Untung ada Erik si baik hati. Akhirnya panggil RACV juga sih, dan akhirnya ketahuan bahwa selang dari radiator ke mesinnya bocor karena sudah sangat uzur. Pak RACV ngga punya selang barunya, jadi mobil di derek pulang. Anak-anak tentunya sangat bergembira ria melihat si Komo di atas truk besar. Fikhar apalagi, seksama banget memperhatikan cara kerja truknya menurunkan si Komo.

Rival dan Erik kemudian nyari selangnya. Muter2 ke sana kemari baru dapet di toko punya orang Cina Malaysia. Pas mau dipasang, baru ketahuan ada bagian penyambung lain yang harus diganti. Jadi baru besok Jumat si Komo kelar. Mudah-mudahan ngga ada yang rusak lagi. Kalau menurut Pak RACV komponen2 lainnya beres2 saja, cuma selang itu yang harus diganti.

Implikasi dari mogoknya si Komo adalah hari ini Fikhar ngga sekolah (padahal besok udah hari terakhir sekolah, liburan akhir semester 1 sudah tiba) karena seperti biasa Ibunya Fikhar yang pemalas baru bangun jam 8 jadi tidak cukup waktunya untuk mempersiapkan dua anak dan jalan ke sekolah...huehehehe....

Yah, Komo, walaupun uzur kami tetap membutuhkanmu...

May 21, 2008

Antar Koran Pagi-pagi (1)

Triiirit…tririiit… tririit… waker berbunyi nyaring, berarti sudah pukul 4 pagi. Waktunya bersiap menjalankan kerja rutin. Agak berat rasanya beranjak dari bawah selimut di waktu autumn yang dingin begini. Untungnya ini hari Selasa, yang perlu diantar tidak sebanyak weekend dan senin.[1] Setelah ganti baju yang agak buluk, plus balutan sweater “saver” seharga $7, pakai celana training yang sudah sowek, dan tidak lupa celana longjohn di dalamnya, kini waktunya berangkat. Weit, jangan lupa, bikin teh tarik instant cap maxtea dulu, sebagai penghangat perut sembari memanaskan mesin wagon Camry ‘90, sang tunggangan terpilih.

Sydney Road masih sepi, seperti biasanya. Saingan camry cuma taxi-taxi dan truk-truk pembersih jalan. Sebelum sampai ujung, belok kiri masuk Weston Street. Markas besar letaknya hanya 200 meter dari pengkolan itu. Wah, udah banyak yang duluan dateng rupanya. Mobil Omar bahkan udah di dalam, siap loading. Mobil wagon camry (lebih muda umurnya, lahir 94) punya Zul, si anak Malaysia, juga udah nongkrong di depan. Kayaknya terpaksa parkir di ujung nih.

Masuk ke gudang langsung disambut suara George, “Rivallll…Bezzar”. George, wangsa Greek, aktif sekali belajar bahasa Indonesia, terutama yang jorok-jorok. Kali ini dia sedang berusaha dengan fasih melafalkan kata “besar” dan “hitam”, gak jorok sih, karena pasangan kata yang joroknya udah dia hafal di luar kepala. Dua kata itu dipelajari dalam rangka menggoda Mas Hendro (wangsa Jawa yang memang besar dan lumayan gelap). Sambil melengos, senyum dikit, gua jawab aja, “good George… good”. Tau deh, orang masih ngantuk jadi jawaban gak nyambung juga bisa dipahami. Vidi Arkas, kapten tim sebelah cuma geleng-geleng kepala aja, sambil bilang, “bule gendeng, di kepalanya cuma ada selangkangan doang.”

Tim Lygon Newsagent udah hampir lengkap. Di belahan pojok gudang sudah ada Andrew, kapten tim, yang lagi sibuk bundle Koran and majalah untuk dianter sama Erik ke toko-toko and apartemen. Omar, yang makin rajin dateng pagi-pagi, juga udah menuhin mobil ford putihnya sama gulungan koran (rolled). Renaldi, anak Aceh, juga udah ngitung-ngitung rolled. Ada juga Vince, kakek tua yang masih semangat wrapping dan antar Koran, padahal dua anaknya (yang adalah bosses di Newsagent itu, Nick dan Fabian) sudah melarangnya kerja karena punggung dan bahunya sudah cidera. Tinggal Tante Irine dan anaknya Pete yang belum nyampe. Tiba-tiba ada yang nyolek dari belakang, “pagi amat nih pak cik”. Rupanya si Zul, pengantar setia jalur maut Parkville. Meski melayunya kental, tapi dia faseh dialek Jakarta dengan baik, karena dulu sering bulak-balik KL-Jakarta untuk antar turis malaysia.

Ok, saatnya loading. Ambil list round Leicester. Di daftar tertera total Age (32), Sun (12), Fin (12) dan Aus (6). Age untuk The Age, harian ternama di Victoria. Sun untuk Herald Sun, tabloid nasional garis kuning. Fin untuk Financial Review, harian bisnis. Aus untuk The Australian Review, koran garis kanan. Plus ada satu lembar Sin Tao untuk pelanggan baru. Jumlah yang di rolled sama dengan hari biasa lainnya, 15-5-3-3.

Sambil nunggu Lee, si anak Nepal, mbungkus (wrap) koran-koran langganan tetap untuk jalur Leicester, gua angkutlah yang flat dan rolled masuk camrylebih dulu. [2] Age di kolong dashboard kiri depan, Sun, kolong kursi kiri belakang, Aus masuk kolong kursi belakang kanan, dan Fin di bagian tengah kursi belakang. Sing Tao, karena cuma sebiji, nangkring di atas dashboard atas setir. Hemm...ada rasa nyeri and pegel-pegel di punggung karena nunggang-nungging.

Masuk gudang lagi, terntyata wrap-nya baru setengah yang jadi. Ah, paling nggak ada yang bisa dimuat ke mobil-lah. Tumpukan wrap di kursi kiri belakang bakalan dianter rada belakangan. Wrap untuk 187 Grattan St paling atas, setelah itu wrap untuk Prof. Glyn Davies and Political Science Unimelb. Jangan lupa ambil wrap untuk 206 Queensberry St, Red Cross, yang mesti dianter terpisah sama Red Cross di 155 Pelham St., dan jangan lupa juga pindahin wrap untuk 224 Leicester St and wrap Civil Enviro Unimelb ke atas karena mereka harus dianter duluan.

Nah, abis itu ambil deh rombongan wrap sisanya. Lee cukup cepat kerjanya hari ini, mungkin karena gak ngantuk. Anak Nepal ini selain nge-wrap juga nganter koran 2 round pake motor di daerah moreland. Lumayan juga capenya, apalagi kalau ujan-ujan, brrrrrr….

Tumpukan wrap yang kedua ini ditaruh di kursi kiri depan. Yang paling atas wrap untuk 200
Lygon St dan paling bawah School of Population Unimelb di Barry St. Rombongan wrap kursi depan ini yang bakalan abis duluan nantinya, karena urutan anteran.

Oke siap-siap boarding: pake rompi kuning pekerja, nyalain radio 105.5 MMM, nyalain lampu cabin dan taro list di dashboard depan. Waktu menunjukkan 4.53 am, hmmm cukup early juga berangkatnya. Sambil diiringi lagu rock lawas lantunan KISS berjudul "Rock 'n Roll All Nights", meluncurlah camry menyusuri royal parade yang sunyi dan gelap. Sekitar 2 km belok kiri ke Grattan St. dan 300 m kemudian masuk kanan ke Leicester St, untuk antar ke 224 Graduate House dan Melbourne Business School (MBS). Di MBS, sang Satpam udah majang di depan pintu menanti, sambil nyengir karena antaran dateng pagi-pagi, “Thanks mate, so I can go home early today”, katanya menyapa. Biasanya kalau rada telat (karena korannya dateng telat lho, bukan karena telat bangun), si Satpam ini pasang muka cemberut.

Habis itu giliran wrap Civil Enviro di Grattan St. Parkir di pinggir jalan dan lari-lari kecil masukin wrap ke kotak warna hijau yang nyelip di balik tiang beton. Lanjut ke Lygon st, anter wrap 200 Lygon St. Yang ini mintanya di selipin di sela sebelah kanan pintu kaca automatis. Terus, masuk ke Argyle Place No 17 and 7/21, satu Fin flat, satu Fin rolled di lempar ke terasnya. Lanjut masuk ke Cardigan Pl, untuk anter flat ke 23-25 Argyle Pl, yang diselipin di bawah rolling door garasi, dan ke 9/26 Cardigan Pl, masukin ke mailbox-nya yang kecil jadi mesti dilipet rapih. Habis itu keluar ke Queesnberry st untuk anter Fin ke 1/100, masukin mailbox juga, tapi karena lubangnya lebar and gede jadi gak perlu dilipat.

Lanjut, muter U, untuk ke 146 Queensberry nyelipin Age di bawah pintu, and lempar wrap ke Queens Café. Eh, ada si om di depan 146 yang lagi nunggu jemputan sambil ngerokok, “Morning mate”, nyapa dong gua biar gak dituduh sombong, eh doi acuh jae, sialan. Karena gondok, lemparan wrap ke Queens Café jadi kekencengan deh, gubrakk!! Wadaw, untung gak ada yang pecah, cabuuttt…. Langsung tancap gas muter U lagi ke seberang 146, and 2 plastik wrap buat CEPU Comm tanpa banyak cingcong gua lempar dari dalem mobil, untung jatoh pas di depan pintu kaca dengan manisnya, jadi bisa langsung caw tanpa turun mobil.

Lalu, masuk ke Swanston St., nganter 2 wrap untuk 500 Swanston dilempar, and 1 wrap untuk Café Crema yang diselipin di bawah pintu dan 1 wrap untuk 488 Arrow Apartemen dilempar ke dalam pintu automatis. Di depan apartemen ini hampir tiap hari ada bis turis yang akan ngangkut penumpang yang semuanya sipit.. Nah si supirnya yang juga sipit, selalu berdiri di samping tiang parking sign sambil sesekali buang dahak yang didahului suara menggerung yang luar biasa nyaring di tengah sepinya fajar. Mirip sama supir metro mini Jakarta….

Habis itu masuk ke Victoria St untuk anter 110 RMIT dan kantornya Lindsay Taner. Yang terakhir ini lagi jadi Menteri Keuangan Fed Government, jadi kantornya udah rada kosong. Dia minta korannya di taro di dalem semacam lemari yang build in concrete di depan kantornya. Bareng sama semua paket pos dan paket lainnya. Mungkin lemari itu semacam "transporting room" untuk nganter paket ke Canberra, kantor barunya si Taner. Pagi itu yang cleaning masih kerja, jadi sempet sapa-sapaan, “G’day mate”, sesama buruh subuh, saling memberi semangat.

Posisi parkir yang nanjak dan banyak kerikil di depan Taner’s office kadang bikin start Camry agak nyangkut, gak jarang mencicit seolah nyari perhatian. Daripada narik minat polisi keliling, langsung aja deh belok ke Cardigan St nganter wrap ke 23-27 RMIT, yang minta diselipin di sisi kiri pintu automatic. Dulu parkir di Cardigan bisa sembarangan, mencong sana mencong sini. Tapi sejak banyak orang mabok reseh, dan terakhir ada tembak-tembakan antara polisi dan pengendara mobil, sekarang banyak polisi mondar-mandir di Cardigan dan sekitarnya, sambil melotot pasang muka sangar. Sasaran intimadisinya pengantar koran yang lugu-lugu dan dekil.

Lanjut lagi anter wrap ke 56 RMIT, “lempar aja deh biar cepet”, pikir gua, eh… gak nyampe ternyata, terpaksa turun and mungut deh. Maju dikit lempar rolled buat 50 RMIT, nah kali ini tepat sasaran semua, 3 rolled Age, Aus and Sun masuk pager dengan sempurna. Lantas muter U sampe nyebrang lampu merah. Di depan muter U lagi untuk anter 4 tumpuk wrap ke ASU, kantornya pejuang Make Poverty History. Untuk tugas mulia ini kita dikasih kunci rolling door parkirannya, supaya bisa nyelipin di bawahnya. Si kunci sekarang gua bawa terus dan ditaro di kantong pintu kanan mobil, soalnya kalo kelupaan bisa repot, sekretarisnya galak-galak kalau komplen.

Muter U lagi untuk nganter wrap ke Dorrodata Comp di Kelvin Place, belakangnya rumah bordil Manhattan Terrace. Kata Dito, dulu banyak mobil parkir di gang itu, mungkin supaya gak ketahuan kalo mampir. Karena gak bisa muter jadi camry harus jalan mundur, terus balik and langsung parkir di depan Police Credit Office, untuk anter 1 wrap yang diselipin di sisi kiri pintu automatic. Sekonyong-konyong pas mau masuk mobil ada suara cewe bernada heran, “this early?” diulang-ulang sama dia. Rupanya dia gak nyangka bahwa Koran disebarin segitu pagi. Gua sih cengangas-cengenges aja sambil melengos dan bilang, “It’s almost six in the morning mba, the sun will be rising soon”, dengan pongah dan wajah setengah tengadah seakan-akan udah semestinya semua orang di dunia bangun dan kerja subuh-subuh.

Setelah itu nganter Age rolled ke No.10 Ivers Terrace dan kemudian ngelempar wrap untuk Solo Voyager. Nah yang terakhir ini rada nyeni dikit. Kita harus melempar wrap secara mendatar ke arah lantai, supaya dia menggelosor kencang nyelip ke bawah rolling door yang sengaja diangkat sedikit. Kalau berhasil rasanya luar biasa, serasa ngegolin telak ke gawang Tim Nas PSSI Garuda B yang dipimpin Thedorus Bitbit dan Ibrahim Lestaluhu. Kalau gak berhasil, kita bisa tendang wrapnya dengan sepenuh hati sampe masuk ke sasaran.

Selanjutnya, menuju 103 Pelham St. kantornya Vaughan Construction. Mereka langganan 4 koran, semuanya harus diselipin di bawah pintu yang celahnya sempit banget jadi kadang-kadang si koran-koran itu rada sobek dikit halaman depannya. Setelah itu muter U ke seberang untuk anter wrap ke kantor Essential Economics di 1/96 Pelham St., yang juga minta diselipin di bawah pintu.

Target selanjutnya kembali ke Cardigan St, kali ini apartemen mahasiswa, 15/213 dan 18/213, dimasukin ke mailboxnya. Setelah itu ke kantor-kantor di Office Place 233, ada 4 Age rolled yang dilempar ke No. 8, 11, 13 and 14. Untuk anteran yang ini harus lari agak kencang karena khawatir sama mobil yang diparkir di lokasi yang kurang keliatan dari target. Habis itu muter U untuk lempar Age rolled ke University Melbourne Health Centre, dan seperti udah sering terjadi, pagi ini si rolled kembali nabrak tiang beton yang gede banget berdiri di tengah dan terlontar jatuh ke trotoar. Dasar sentimen banget tuh tiang sama tukang koran… so terpaksa mesti dipungut deh dan dilempar balik supaya gak diambil orang lewat.

Bersambung...

Notes:
[1] Kalau sabtu, Koran The Age ada dua macam A1 dan A2. Dua-duanya gemuk-gemuk banget. Jumlahnyapun bertambah 4 kali lipat, dari 30-an jadi 120-an. Kalau minggu cuma A1 aja, dengan jumlah 120-an. Kalau Senin, nambah koran-koran weekend yang ditunda pengirimannya karena kantornya libur. Pada hari-hari tertentu juga ada majalah; economist, BRW dan lain-lain. Yang terakhir ini kadang kelewatan karena alamatnya gak selalu urut dan sama dengan koran.
[2] Pelanggan di sini bisa special request korannya dianter dengan cara apa dan bagaimana; apa dibungkus plastik (wrap), digulung (rolled), telanjang aja (flat), atau dibundle tanpa dibungkus plastik (demi ramah lingkungan). Caranyapun beda-beda, ada yang diselipin bawah pintu, ditaruh ditempat khusus (spt. kotak mesin air) atau dilempar ke halaman aja.

May 17, 2008

Favourite Parks

"Melbourne...Garden City", begitu kata pamflet di airport. Dan, statement itu memang bukan sekadar klaim-omong kosong, kayak motto banyak pemda di belahan dunia lain, yang abstrak, absurd and asbun. Keberadaan parks dan gardens adalah penyumbang utama bagi melbourne untuk menyandang titel sebagai salah satu 'most liveable cities' di muka bumi.

Variasinya juga marak, dari yang klasik warisan abad 19 yang penuh dengan pohon-pohon tua segede bagong bongsor, taman 'bush' Royal Park seluas 170 hektare, Botanic Garden yang fantastis di tengah kota, sampe taman-taman ukuran sedang ber-play ground di seluruh penjuru suburb. Ada juga park yang masuk World Heritage List 2004, Carlton Garden, yang bisa dinikmati dari lantai dua Melbourne Museum. Dalam setahun ada 14 juta orang berkunjung ke parks and gardens ini, mulai nongkrong doang, maen di playground and yang paling rutin, barbeque-an bareng. Pemda kota dapet duit lumayan banyak dari ngutip parkir di seputaran taman-taman tersebut.

Buat para penghuni Jakarta semenjak bayi; jumlah, letak dan variasi parks di Melbourne sungguh mencengangkan. Selain membuat mata jadi sejuk dan udara jadi segar, parks ini adalah ajang hiburan gratis yang luar biasa menyenangkan buat anak-anak. Di Jakarta, selain di sekolah, Fikhar dan Raeka harus bayar paling enggak 25-50 rebu seorang di mall untuk manjat-manjat, maen ayunan, merosot dan bergantung-gantung, karena susah banget cari tempat maen yang layak dan murah.

Nah, deket rumah Darlington ada 5 parks favorit yang paling sering dikunjungi sama Fikhar dan Raeka. Ada yang bisa disambangi dengan jalan kaki dan ada yang perlu mobil untuk mencapainya.

1. Gilmour Park

Letaknya di Campbell st., Moreland. Ini park paling sering dikunjungi sama gemblongs, sebab lokasinya antara rumah dan Moreland Primary School. Jadi, kadang pulang dari sekolah, 15.30, langsung mampir sebentar sampe menjelang gelap. Di park ini ada play ground buat anak-anak dan remaja. Sering juga ada yang maen footy (Australian Football/Rugby) di taman ini. Playground-nya di kelilingi semacam pagar kayu setinggi paha orang dewasa. Fikhar and Raeka paling sering meniti keliling pagar kayu ini, masing-masing dari arah yang berlawanan. Sehingga kalau berpapasan, salah satu (biasanya Fikhar) harus lewat kolong selangkangan yang lain. Kalau terjatuh juga tidak sakit, bahkan empuk, karena ground-nya dipenuhi potongan kayu kecil-kecil yang halus dan empuk ("alas kayu" ini environmental friendly karena di recycle dari olahan sisa kayu untuk furnitur, kertas dll).

2. Warr Park
Ini taman yang belakangan sering dikunjungi (baru dua kali sih...). Letaknya di De Carle St., di antara Moreland Primary School dan ABC Child Care. Fikhar dan Raeka udah sering merengek pengen main di Warr Park, karena mereka selalu liat tiap perjalanan antar-jemput Raeka. Taman ini lebih luas dari Gilmore Park. Permainan di playground-nya juga lebih banyak. Ada banyak pohon-pohon gede dan tua di sekelilingnya, so jadi adem banget (dingin malah kalau autumn and winter) dan juga banyak burung yang mampir dan berseliweran. Pengunjungnya juga lebih rame, terutama orang tua dan bayi-bayi. Mungkin karena banyak unit dan flat di sepanjang jalur De Carle St. Sayangnya, sampe terakhir kita ke sana belum ada orang Indonesia yang lagi maen juga. Padahal, De Carle St. salah satu kampungnya anak-anak Indo. Di Warr Park juga ada community centre yang sering dipake untuk acara Pengajian P-Brunswick. Anak-anak senengnya bukan maen kalo pengajian di sana.

3. Calder Reserve

Nah, ini park terdekat dari Darlington. Jaraknya cuma 5 menit jalan kaki. Letaknya di Patterson St., dekat degan sekolah St. Bernard. Yang lucu, kita baru tau kalau ada taman itu setelah dua bulan tinggal di Darlington. Dito juga kayaknya gak pernah cerita soal keberadaan taman itu. Luasnya sih gak seberapa, tapi cukup rindang dan banyak burung-burung. Playground-nya juga lumayan seru, dan cukup lengkap. Mainan yang paling favorit di sini adalah rope-swing, gelantungan-meluncur.

4. Merry Creek
Kalau yang ini bentuk park-nya lain dari tiga di atas. Dia adalah bantaran sungai sepanjang Merry Creek yang dirawat dengan sangat baik. Panjangnya mulai dari Carlton (selatan) sampe Lake Coburg (utara), sekitar 5 km. Ada jalur sepeda dan jalur jogging sepanjang creek ini. Kalau disusuri dari pangkal sampai ujung, dengan jalan kaki santai butuh waktu sekitar dua jam, dengan sepeda sekitar setengah jam saja. Yang menyenangkan di sini selain pemandangan hijau, dengan rumput-rumput yang pendek dan pohon eucalyptus besar-besar, telinga kita juga dimanja dengan suara gemiricik air sungai. Lebar sungai ada yang lumayan, sekitar 10 meter, dan ada juga yang cuma 2 meter. Nah, lokasi yang terdekat dengan Darlington adalah yang diujung timur Rennie St., sekitar satu km dari rumah. Fikhar dan Raeka baru satu kali ke sana, bareng sama Ayah. Ibu belum pernah mampir. Waktu main di sana, Fikhar dan Raeka menyeberang sungai dengan meniti batu-batu yang terhampar di permukaan mirip jembatan. Di bagian seberang sungai ada tempat duduk-duduk dan hamparan rumput untuk piknik. Sayangnya Raeka mau pup dan lupa pake pampers, jadi kita cuma sempat main sebentar dan harus cepat-cepat pulang.

5. Lake Coburg Reserve
Lake Coburg adalah tempat terfavorit kita untuk piknik sementara ini. Tempatnya luas sekali, penuh pohon-pohon besar yang ditata rapih. Landscape Lake Coburg di tepian sungai yang berundak-undak dan berbatu terbentuk beribu-ribu tahun yang lalu dan sebenarnya merupakan tempat yang cukup sakral buat orang Aborigin. Di danau kecil dan sungai itulah tempat burung, bebek dan angsa berenang-renang. Fikhar dan Raeka senang banget kasih makan bebek di sini. Playground-nya juga besar dan banyak mainan yang seru. Tempat ini kalau weekend selalu penuh dengan berbagai macam rombongan yang barbeque-an. Bangsa yang dateng juga beragam-ragam. Yang paling banyak biasanya bangsa Asia Tengah dan Selatan. Kita sekeluarga udah dua kali berkunjung ke sana, dan yang terakhir bawa alas piknik dan makanan. Asik banget. Sambil maen jumpalitan, makan chips. Kalau menyusuri track-nya ke utara sepanjang sungai, kita bisa lewat jembatan dan menyusur ke atas bukit. Nah, diujungnya ada playground lagi yang format permainannya agak berbeda; ada panjat dinding, ada titian zig-zag dll. Uniknya yang dateng ke sini rata-rata keluarga kulit putih. Mungkin karena lebih dekat dengan permukiman kelas menengah atas melbourne. Sayangnya Lake Coburg agak jauh dari Darlington, jadi untuk ke sana harus pake mobil sekitar 15 menit. Sama sekali gak jauh sih kalau dibandingkan perjalanan di Jakarta.

Itu dulu kisah taman-taman favorit kita...

HAPPY BIRTHDAY EYANG!

Happy 35 th Wedding Anniversary too!

Oya, ternyata kita udah bisa telp dari rumah secara gak sengaja ketemu brosur Telstra dan ketemu kode untuk sambungan internasional...

The Gemblongs' New Friends

Sejak di Melbourne Fikhar dan Raeka punya teman-teman baru. Ada teman di sekolah Moreland Primary School (Fikhar) dan di ABC Child Care (Raeka). Dan, ada teman-teman yang sering ketemu dan maen bareng kalo Ayah sama Ibu ada acara bareng orang-orang Indo, seperti pengajian, barbeque-an, diskusi, jalan-jalan dan lain-lain. Nah, temen-temen terakhir ini yang mau diceritain.

Yang pertama, anak-anak Assegaf Family: Izzat, Raushan dan Rasha. Izzat, anak Tante Nana dan Om Baim. Umurnya 7 tahun, baru ulang tahun February kemarin. Izzat sekolahnya di East Brunswick Primary School, grade 1, setingkat dengan Fikhar. Izzat suka banget menggambar dan penggemar Harry Potter sejati. Raushan dan Rasha anak Tante Oci dan Om Kiki. Mereka tinggal di Haines St, North Melbourne. Raushan umurnya 5 th Maret kemarin, dan dia sekolah di Errol Primary School, prep class. Raushan penggemar Superman dan suka banget pake kostum superhero itu. Rasha, umurnya baru 1,5 tahun. Dia gadis kecil yang sangat independen. Kalau lagi ngumpul dan maen bareng, dia sering banget asyik maen sendiri dan gak tergantung sama anak-anak lain yang lebih gede. Sehari-hari Rasha sekolah di University Child Care di Queensberry St. Kegemaran Rasha yang utama adalah main boneka, sama seperti Raeka.


Yang kedua, Salma, anak Tante Dara dan Om Luky. Salma umurnya kurang lebih 2 tahun. Dia berangkat ke Melbourne ketika umurnya baru 3 bulan. Hobby-nya yang utama maen boneka, main masak-masakan, dan main kembang api. Setiap Salma main ke rumah Darlington, Om Luky selalu bawa kembang api, dan anak-anak girang banget kalo udah main kembang api di halaman depan Darlington. Salma panggil Raeka "Kakak Rae", dan kalau udah janjian mau ketemuan, sejak bangun tidur Salma udah panggil-panggil "Kakak Rae". Raeka juga sami mawon, udah ribut banget dan jumpalitan setiap mau ketemu Salma. Meskipun mereka juga berdua gak jarang bertengkar kalau lagi main bareng, tapi tiap berjumpa selalu berpelukan erat layaknya dua sahabat yang lama banget gak bertemu.

Yang ketiga, Yazi dan Victra, anak Tante Dina dan Om Uda Edi. Yazi umurnya 8 th, Victra 6 th. Mereka berdua sekolah di South-West Brunswick Primary School. Sebagai yang paling tua di antara anak-anak Indo, Yazi selalu berperan sebagai kakak semua anak-anak. Dia hobby maen games dan pintar main piano. Victra, yang baru aja ulang tahun 25 April kemarin, sangat akrab sama Fikhar. Ketika trip ke Geelong, awal April lalu Victra maunya duduk satu kursi dengan Fikhar di bis. Bahkan mereka terpaksa rela pangku-pangkuan karena anak-anak yang lain (Raeka, Raushan dan Izzat) juga bergabung di kursi yang sebetulnya cuma buat berdua itu. Victra bisa main biola dan gak suka sekali dengan Barbie, tapi penggemar berat Bratz.

Kalau mereka semua udah ketemu.... Blassss! Ruame and huebohhh banget. Mereka pernah jadiin ruang main anak-anak di pengajian P-Brunswick di Masjid Fatih --dengan bahasa mereka sendiri-- "screaming room". Mereka juga pernah duduk bareng dalam satu kursi 2-seater di Bis, dan di bawah panduan Om Omar bikin perjalanan pulang dari Geelong lebih mirip rombongan play group daripada rombongan mahasiswa Ausaid Club.

May 15, 2008

Dunia (Ternyata) Selebar Daun Kelor

Pepatah yang bilang bahwa "dunia tak selebar daun kelor" kayaknya kurang berlaku sejak berangkat ke Melbourne Januari lalu. Ini cerita tentang kawan-kawan di Melbourne yang ternyata punya kaitan dengan kerabat dekat atau proses pertemanan di Jakarta.

Pertama-tama yang jelas, Rival memperpanjang rekor satu sekolah bareng sama Rifqi, yang udah berlangsung sejak SMP. So, kalau lulus tahun depan mereka berdua belajar bersama, plus sekantor, selama kurang lebih 22 tahun. Rifqi or Kiki, juga ke Melbourne sama keluarganya, Oci sang istri dan dua orang anaknya; Raushan (5 th) dan Rasha (1,5 th). Oci, adalah juga temen seangkatan Ifa di kampus. Nah, kakaknya Kiki, Ibrahim or Baim, juga belajar ke Melbourne Uni bareng sama istrinya, Najwa (Nana), plus anaknya Izzat (7 th). Baim and Nana lulusan FHUI juga. Baim juga sempet dan masih jadi temen kerja Rival di PSHK. Rival, Kiki and Baim berangkat ke Melbourne barengan 2 Januari 2008.

Sejak sampai di Melbourne, Mereka bertiga ngekos di rumah Luky Djani, gembong Indonesia Corruption Watch (ICW). Luky, teman kerja (Koalisi LSM) Rival, Kiki dan Baim di Jakarta. Istrinya, Dara, alumnus FISIP UI angkatan 95, mahasiswanya Papa and Ibu. Flat Luky and Dara di Lang St, Parkville waktu itu sedang ditinggal kosong karena Dara lagi magang dan penelitian di Aceh, sedangkan Luky pulang ke Jakarta sama Salma (2 th), anaknya. Flat itu jadi markas besar perburuan rumah ke seluruh penjuru Melbourne, dari ujung Coburg sampe pinggir St. Kilda.

Selama berburu rumah ditemenin dan dipandu sama Cucha, anak Indonesia tetangga Kiki di Kompleks AL Cinere, yang nikah sama Scott WN Australia. Dia udah sepuluh tahun di Melbourne, dari sejak kuliah sampe nikah. Cucha, juga adalah temen seangkatan SMP Rival dan Kiki di Cipete. Selama pencarian akomodasi, yang prosesnya melalui puluhan inspeksi, bantuan Cucha dan Scott tak terkira pentingnya. Mereka bahkan sudah siap sejak hari pertama rombongan Jakarta datang. Tanpa diantar mobil mereka sulit mengejar banyak jadwal inspeksi yang waktunya hanya berselang 10-15 menit antar tiap rumah yang jaraknya rata-rata bisa 3-5 km.

Ketika minggu kedua perburuan berlangsung, di tengah kefrustasian karena susahnya dapet offer dari agent, sekonyong-konyong Rival terima sms dari Mas Bagus Aryo, bunyinya kira-kira: "Ada rumah mau ditake-over di Coburg, segera telpon Dito setelah jam 5 sore". Mas Bagus adalah mahasiswa PhD di Unimelb, baru kenal di Melbourne. Mas Bagus adalah juga dosen di Departemen Kesos di FISIP UI, koleganya Tante Cacis (Ibunya Lawe, temen seangkatan Rival di FHUI). Mas Bagus juga sempet kerja bareng Papa di Aceh tahun lalu di proyek yang dkomandoi Tante Cacis. Istrinya, Mba Titi juga anak FISIP UI, yang rupanya teman marching band Oci selama kuliah.

Sore itu juga telpon Dito dan janjian ketemu besok paginya. Sekitar jam 10 siang, Rival and Kiki sampe di Darlington Grove. Sejak liat rumahnya udah langsung tertarik, karena selain cukup besar, unit itu juga punya pekarangan depan yang cukup luas dan dipasang pager. Setelah ngobrol-ngobrol agak panjang dengan Dito baru ketahuan bahwa dia alumnus FEUI yang waktu jadi mahasiswa baru cukup akrab sama Ery, temen kerja Rival di PSHK dan saudara ipar Kiki dan Baim. Ery dan Dito punya kesamaan, hobby latihan martial arts. Istri Dito, Kartika or Ika, adalah anak FHUI yang seangkatan dengan Nana. Ika juga cukup akrab dengan Junet temen se-gank Rival dan Kiki di kampus. Ketika Junet jalan-jalan ke Melbourne tahun 06, dia nginepnya di Darlington.

Ika udah pulang ke Jakarta, rencananya mau melahirkan anak ketiganya di sana. Dito yang masih ada kuliah sampe Juni tahun ini berencana pindah ke apartemen temannya di City, demi menghemat biaya dan waktu. Teman Dito yang dimaksud namanya Benny, lulusan Taruna Nusantara, kakak kelas Hani adik bungsu Baim dan Kiki.

(Rival, Dito, Luky dan Dara di Darlington)

Untuk sementara, sambil terus berburu akomodasi, rumah di Darlington ditempati sama keluarga Baim. Rumah Lang st. ditempati keluarga Kiki. Rival yang masih "single" untuk sementara ngekos di rumah Uda Edi di Brunswick West. Windu, kawan Rival di kampus, yang kasih informasi tentang temporary akomodasi ini. Windu sendiri juga semasa kuliah di Melbourne sempat ngekos di sana. Windu dan Uni Dina (Istri Uda Edi) dahulu teman satu angkatan di SMA. Uni Dina sedang ke Aceh untuk penelitian PhD-nya, dan anak-anak mereka, Yazi dan Victra diboyong ke Jakarta untuk liburan musim panas. Makanya, satu kamar mereka dikos-in untuk mahasiswa baru yang masih kebingungan cari akomodasi tetap.

Selama nge-kos di Howson St. ini, banyak pengetahuan tentang Melbourne didapet, terutama tempat-tempat belanja murah dan lokasi-lokasi hiburan keluarga. Uda Edi, di tengah kesibukannya kerja, masih rajin banget ngajak jalan-jalan. Bahkan, sempat nonton fireworks berduaan di Yarra River waktu Australian Day. Juga nonton Final Australian Open di Federation Square. Ketika udah jalan dua minggu mondok baru ketahuan bahwa Uni Dina adalah orang yang ngurus perjalanan Papa ketika tahun lalu diundang Asia Centre Unimelb untuk presentasi hasil penelitiannya di Lombok. Nah, yang jemput Papa di airport dan antar ke hotel ndilalah adalah Uda Edi.

What a small world....

Lord of the Roads

Kalo di Jakarta makan Big Mac sambil nyetir pake satu tangan, di sini nyetir ke sekolahnya Fikhar yg cuma 5 menit dari rumah takut banget bo. Soalnya gw tau mayoritas orang sini patuh aturan lalu lintas, alias kalo mereka merasa itu jalannya mereka, ya maju terus tanpa injak rem. Jadi sekali kecelakaan di sini biasanya parah.

Sebenarnya pada prinsipnya cukup gampang. Yang lurus dan yang dari kanan selalu dapat jalan duluan. Tapi selain itu ada si Tram. Yg sebenarnya pada prinsipnya juga gampang, kalo dia berhenti nurunin orang kita harus berhenti, ngga boleh nyalip2. Namun, tetap aja gw keder. Takut bikin salah di negeri orang (kalo di negeri sendiri mah royal he3x).

Anyways, setelah 3 bulan jadi invalid n perempuan menyeh2 yang ke mana2 harus disetirin suami, gw akhirnya nekat pegang setir sambil terus nyebut mantra,"Biar ngaco yang penting selamet...biar ngaco yang..." and whadya know, I'm Lord of the Roads again, eh, Lady of the Roads, whatever, yang jelas sedikit kembalilah kemandirian gw. Tapi, gw belom berani nyetir ke City secara ada yg namanya belokan "hook", jadi kalo mau ke kanan kudu ke kiri dulu. Kata Tante Mia (nyokapnya Belinda) banyak orang Asia yang ketabrak di situ. Hiiii....

Kalo si Rival mah sejak ngoran udah jago n PD nyetir di sini. Oya, sekarang dia ngoran tiap hari setelah Dito resign. Busyet, rajin banget dia bangun jam 4 pagi. Balik2 paling lambat jam 6.30, kalo weekend jam 7. Sementara gw makin lama bangunnya makin siang...ngga ada motivasi kalo kata Rival. Tapi kalo ngga ada motivasi kenapa hidung buntu gw tiba2 sembuh coba? He3x...ngga nyambung yah, tapi emang bener, alergi gw tiba2 selama 1,5 bulan terakhir ini gone with the wind. Padahal karpet kagak gw vacuum tiap hari. Kemungkinannya cuma satu, stress mulai hilang atau minimal sementara ngumpet sampe gw mulai kuliah n ngurus semua yang udah gw urus selama ini...God help us all.